KH Tubagus Muhammad Falak
Ulama Ahli Falak Keturunan Bangsawan Banten
Pendirian Pesantren al-Falak di Pagentongan Bogor merupakan perwujudan dari perjalanan intelektual dan spiritual selama menetap di Timur Tengah, dengan berkiprah dalam dunia pendidikan di masyarakat. Banyak kalangan yang datang kepada Kiai Falak untuk belajar ilmu pengetahuan agama Islam.
Selain sebagai seorang pendidik, Kiai Falak aktif dalam gerakan kebangsaan. Ia banyak berinteraksi dengan para tokoh pergerakan nasional dari berbagai kalangan seperti HOS Cokroaminoto, Soekarno, dan lain-lain.
Pada masa sebelum dan masa revolusi fisik 1945-1949, Kiai Falak telah tercatat sebagai seorang ulama besar Indonesia yang menjadi tokoh spiritual dalam bidang kerohanian di laskar Hizbullah di Cibarusa. Ia senantiasa membangkitkan semangat jihad fi Sabilillah melawan penjajah dan mempertahankan Republik Indonesia. Tahun 1953, Kiai Falak mendirikan Nahdlatul Ulama di Bogor dan pada saat pembentukannya dihadiri langsung oleh KH Wahid Hasyim.
Selain sebagai seorang pendidik, Kiai Falak aktif dalam gerakan kebangsaan. Ia banyak berinteraksi dengan para tokoh pergerakan nasional dari berbagai kalangan seperti HOS Cokroaminoto, Soekarno, dan lain-lain.
Pada masa sebelum dan masa revolusi fisik 1945-1949, Kiai Falak telah tercatat sebagai seorang ulama besar Indonesia yang menjadi tokoh spiritual dalam bidang kerohanian di laskar Hizbullah di Cibarusa. Ia senantiasa membangkitkan semangat jihad fi Sabilillah melawan penjajah dan mempertahankan Republik Indonesia. Tahun 1953, Kiai Falak mendirikan Nahdlatul Ulama di Bogor dan pada saat pembentukannya dihadiri langsung oleh KH Wahid Hasyim.
Nama Falak yang tersemat di belakang namanya merupakan gelar yang diberikan oleh gurunya, Sayyid Affandi Turki, karena kecerdasan dan keahlian Kiai Falak dalam menguasai ilmu hisab dan ilmu falak. Bahkan, selama di Mekkah ia mendapat sebutan nama Sayyid Syekh Muhammad Falak.
Kiai Falak dikenal sebagai sosok yang mudah berkomunikasi. Ia memiliki kedekatan dengan ulama-ulama besar di dalam dan luar Nusantara yang sebagian besar pernah berkunjung ke Pagentongan. Di antaranya adalah Syekh Abdul Halim Palembang, Syekh Abdul Manan Palembang, Syekh Abdul Qodir Mandailing, Syeikh Ahmad Ambon, Syekh Daud Malaysia, Tuan Guru Zainuddin Lombok, Guru Zaini Ghoni Martapura, Habib Soleh Tanggul Jawa Timur, Habib Umar Alatas, Habib Idrus Pekalongan, Habib Ali Al-Habsyi Kwitang, Habib Abu Bakar Kwitang dan lainnya.
Sekilas biografi
KH Tubagus Muhammad Falak bin KH Tubagus Abbas dilahirkan tahun 1842 di Sabi, Pandeglang Banten. Sejak kecil ia mendapatkan pendidikan agama Islam dari orangtuanya. Ayahnya adalah kiai pemimpin pesantren yang hidup dari hasil bertani dan sangat aktif dalam melakukan kegiatan dakwah Islam di Pandeglang dan sekitarnya bersama isterinya, Ratu Quraisyn.
Secara garis kuturunan, Kiai Falak tidak saja berasal dari keturunan kiai pesantren, tetapi juga keturunan dari keluarga kesultanan Banten, melalui ayahnya. Silsilahnya sampai kepada Sultan Maulana Hasanuddin, putra Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Kebangsawanannya diperkuat oleh garis keturunan dari sang ibu yaitu Ratu Quraisyn yang masih merupakan keturunan Sultan Banten.
Hingga usia15 tahun, setelah belajar beberapa kitab dalam bidang bahasa, fiqh dan terutama aqidah kepada ayahnya, ia juga sempat belajar pengetahuan agama di Cirebon dan berguru kepada beberapa ulama Banten di antaranya Syekh Abdul Halim Kadu Peusing.
Setelah itu, tepatnya tahun 1857, Kiai Falak pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu agama. Selama itu ia tinggal bersama seorang ulama besar lndonesia bernama Syekh Abdul Karim Banten, atas anjuran salah seorang gurunya yaitu Syekh Sohib Kadu Pinang.
Selama di Mekkah, ia belajar ilmu tafsir dan fiqh kepada Syekh Nawawi al-Bantany dan Syekh Mansur al-Madany yang keduanya berasal dari Indonesia. Dalam bidang ilmu hadis ia belajar kepada Sayyid Amin Qutbi dan dalam ilmu tasawwuf ia belajar kepada Sayyid Abdullah Jawawi. Sedangkan dalam ilmu falak ia belajar kepada seorang ahli ilmu falak bernama Sayyid Affandi Turki.
Setelah dewasa, Kiai Falak memperdalam ilmu hikmat dan ilmu tarekat kepada Syekh Umar Bajened, seorang ulama kelahiran Mekkah. Juga kepada Syekh Abdul Karim dan Syekh Ahmad Jaha yang keduanya berasal dari Banten.
Masih banyak ulama besar di Mekkah yang menjadi guru Kiai Falak, baik yang berasal dari tanah suci tersebut maupun dari Banten. Selama mukim pertama di haramain tersebut, Kiai Falak dapat dianggap seangkatan dengan Syekh Kholil Bangkalan yang pada periode yang sama, sekitar tahun 1860-an, menuntut ilmu di Mekkah.
Setelah 21 tahun menetap di Mekkah, Kiai Falak kembali ke Nusantara pada tahun 1878. Tak lama kemudian ia aktif dalam pemberontakan Petani Banten 1888 yang dimotori oleh para kiai tarekat, seperti Syekh Abdul Karim, KH Asnawi Caringin, KH Tubagus Wasid dan KH Tubagus lsmail. Akibatnya, ia menjadi salah seorang yang menjadi buronan Belanda.
Tahun 1892, Kiai Falak kembali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu di sana hingga menjelang awal abad ke-20. Kali ini ia mengalami masa kebersamaan dengan KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan, kedua tokoh agama pendiri dua organisasi besar di Nusantara yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
KH Tubagus Muhammad Falak wafat pada waktu subuh pukul 04.15 hari Rabu 19 Juli 1972 atau tanggal 8 Djumadil Akhir 1392 H di usianya yang ke 130 tahun di Pagentongan, Bogor. (FATHURROJI)
Kiai Falak dikenal sebagai sosok yang mudah berkomunikasi. Ia memiliki kedekatan dengan ulama-ulama besar di dalam dan luar Nusantara yang sebagian besar pernah berkunjung ke Pagentongan. Di antaranya adalah Syekh Abdul Halim Palembang, Syekh Abdul Manan Palembang, Syekh Abdul Qodir Mandailing, Syeikh Ahmad Ambon, Syekh Daud Malaysia, Tuan Guru Zainuddin Lombok, Guru Zaini Ghoni Martapura, Habib Soleh Tanggul Jawa Timur, Habib Umar Alatas, Habib Idrus Pekalongan, Habib Ali Al-Habsyi Kwitang, Habib Abu Bakar Kwitang dan lainnya.
Sekilas biografi
KH Tubagus Muhammad Falak bin KH Tubagus Abbas dilahirkan tahun 1842 di Sabi, Pandeglang Banten. Sejak kecil ia mendapatkan pendidikan agama Islam dari orangtuanya. Ayahnya adalah kiai pemimpin pesantren yang hidup dari hasil bertani dan sangat aktif dalam melakukan kegiatan dakwah Islam di Pandeglang dan sekitarnya bersama isterinya, Ratu Quraisyn.
Secara garis kuturunan, Kiai Falak tidak saja berasal dari keturunan kiai pesantren, tetapi juga keturunan dari keluarga kesultanan Banten, melalui ayahnya. Silsilahnya sampai kepada Sultan Maulana Hasanuddin, putra Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Kebangsawanannya diperkuat oleh garis keturunan dari sang ibu yaitu Ratu Quraisyn yang masih merupakan keturunan Sultan Banten.
Hingga usia15 tahun, setelah belajar beberapa kitab dalam bidang bahasa, fiqh dan terutama aqidah kepada ayahnya, ia juga sempat belajar pengetahuan agama di Cirebon dan berguru kepada beberapa ulama Banten di antaranya Syekh Abdul Halim Kadu Peusing.
Setelah itu, tepatnya tahun 1857, Kiai Falak pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan menuntut ilmu agama. Selama itu ia tinggal bersama seorang ulama besar lndonesia bernama Syekh Abdul Karim Banten, atas anjuran salah seorang gurunya yaitu Syekh Sohib Kadu Pinang.
Selama di Mekkah, ia belajar ilmu tafsir dan fiqh kepada Syekh Nawawi al-Bantany dan Syekh Mansur al-Madany yang keduanya berasal dari Indonesia. Dalam bidang ilmu hadis ia belajar kepada Sayyid Amin Qutbi dan dalam ilmu tasawwuf ia belajar kepada Sayyid Abdullah Jawawi. Sedangkan dalam ilmu falak ia belajar kepada seorang ahli ilmu falak bernama Sayyid Affandi Turki.
Setelah dewasa, Kiai Falak memperdalam ilmu hikmat dan ilmu tarekat kepada Syekh Umar Bajened, seorang ulama kelahiran Mekkah. Juga kepada Syekh Abdul Karim dan Syekh Ahmad Jaha yang keduanya berasal dari Banten.
Masih banyak ulama besar di Mekkah yang menjadi guru Kiai Falak, baik yang berasal dari tanah suci tersebut maupun dari Banten. Selama mukim pertama di haramain tersebut, Kiai Falak dapat dianggap seangkatan dengan Syekh Kholil Bangkalan yang pada periode yang sama, sekitar tahun 1860-an, menuntut ilmu di Mekkah.
Setelah 21 tahun menetap di Mekkah, Kiai Falak kembali ke Nusantara pada tahun 1878. Tak lama kemudian ia aktif dalam pemberontakan Petani Banten 1888 yang dimotori oleh para kiai tarekat, seperti Syekh Abdul Karim, KH Asnawi Caringin, KH Tubagus Wasid dan KH Tubagus lsmail. Akibatnya, ia menjadi salah seorang yang menjadi buronan Belanda.
Tahun 1892, Kiai Falak kembali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu di sana hingga menjelang awal abad ke-20. Kali ini ia mengalami masa kebersamaan dengan KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan, kedua tokoh agama pendiri dua organisasi besar di Nusantara yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
KH Tubagus Muhammad Falak wafat pada waktu subuh pukul 04.15 hari Rabu 19 Juli 1972 atau tanggal 8 Djumadil Akhir 1392 H di usianya yang ke 130 tahun di Pagentongan, Bogor. (FATHURROJI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar