DALIL TENTANG TAHLILAN
TAHLILAN
Pada hakikatnya majelis tahlil atau tahlilan adalah hanya nama atau sebutan untuk sebuah
acara di dalam berdzikir dan berdoa atau bermunajat bersama. Yaitu berkumpulnya sejumlah
orang untuk berdoa atau bermunajat kepada Allah SWT dengan cara membaca kalimat -
kalimat thayyibah seperti tahmid, takbir, tahlil, tasbih, asma’ul husna, shalawat dan lain -
lain.
Maka sangat jelas bahwa majelis tahlil sama dengan majelis dzikir, hanya istilah atau namanya
saja yang berbeda namun hakikatnya sama. (Tahlil artinya adalah lafadh Laa ilaaha illallah)
lalu bagaimana hukumnya mengadakan acara tahlilan atau dzikir dan berdoa bersama yang
berkaitan dengan acara kematian untuk mendoakan dan memberikan hadiah pahala kepada
orang yang telah meninggal dunia ? Dan apakah hal itu bermanfaat atau tersampaikan bagi
si mayyit ?
Menghadiahkan Fatihah, atau yaasiin, atau dzikir, tahlil, atau shadaqah, atau qadha puasanya
dan lain - lain, itu semua sampai kepada Mayyit, dengan nash yang jelas dalam Shahih Muslim
hadits No.1149, bahwa “seorang wanita bersedekah untuk ibunya yang telah wafat dan
diperbolehkan oleh Rasul saw”, dan adapula riwayat Shahihain Bukhari dan Muslim bahwa
“seorang sahabat meng-hajikan untuk ibunya yang telah wafat”, dan Rasulullah saw pun
menghadiahkan Sembelihan Beliau saw saat Idul Adha untuk dirinya dan untuk ummatnya,
“Wahai Allah terimalah sembelihan ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari
Ummat Muhammad” (Shahih Muslim hadits No.1967).
Dan hal ini (pengiriman amal untuk mayyit itu sampai kepada mayyit) merupakan
Jumhur (kesepakatan) ulama seluruh madzhab dan tak ada yang memungkirinya apalagi
mengharamkannya, dan perselisihan pendapat hanya terdapat pada madzhab Imam Syafi’i,
bila si pembaca tak mengucapkan lafadz : “Kuhadiahkan”, atau wahai Allah kuhadiahkan
sedekah ini, atau dzikir ini, atau ayat ini..”, bila hal ini tidak disebutkan maka sebagian
Ulama Syafi’iy mengatakan pahalanya tak sampai.
Jadi tak satupun ulama ikhtilaf dalam sampai atau tidaknya pengiriman amal untuk mayiit,
tapi berikhtilaf adalah pada lafadznya. Demikian pula Ibn Taimiyyah yang menyebutkan 21
hujjah (dua puluh satu dalil) tentang Intifa’ min ‘amalilghair (mendapat manfaat dari amal 50 kenalilah akidahmu 2
selainnya). Mengenai ayat : “DAN TIADALAH BAGI SESEORANG KECUALI APA
YANG DIPERBUATNYA, maka Ibn Abbas ra menyatakan bahwa ayat ini telah mansukh
dengan ayat “DAN ORAN ORANG YANG BERIMAN YANG DIIKUTI KETURUNAN
MEREKA DENGAN KEIMANAN”.
Mengenai hadits yang mengatakan bahwa bila wafat keturunan Adam, maka terputuslah
amalnya terkecuali 3 (tiga), Shadaqah Jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan anaknya yang
berdoa untuknya, maka orang – orang lain yang mengirim amal, dzikir dll untuknya ini jelas
– jelas bukanlah amal perbuatan si mayyit, karena Rasulullah saw menjelaskan terputusnya
amal si mayyit, bukan amal orang lain yang dihadiahkan untuk si mayyit, dan juga sebagai
hujjah bahwa Allah memerintahkan di dalam Alqur’an untuk mendoakan orang yang telah
wafat : “WAHAI TUHAN KAMI AMPUNILAH DOSA-DOSA KAMI DAN BAGI
SAUDARA-SAUDARA KAMI YANG MENDAHULUI KAMI DALAM KEIMANAN”,
(QS. Al Hasyr : 10).
Mengenai rangkuman tahlilan itu, tak satupun Ulama dan Imam - Imam yang memungkirinya,
siapa pula yang memungkiri muslimin berkumpul dan berdzikir?, hanya syaitan yang tak
suka dengan dzikir.
Didalam acara Tahlil itu terdapat ucapan Laa ilaah illallah, tasbih, shalawat, ayat qur’an,
dirangkai sedemikian rupa dalam satu paket dengan tujuan agar semua orang awam bisa
mengikutinya dengan mudah, ini sama saja dengan merangkum Alqur’an dalam disket atau
CD, lalu ditambah pula bila ingin ayat Fulani, silahkan Klik awal ayat, bila anda ingin ayat
azab, klik a, ayat rahmat klik b, maka ini semua dibuat - buat untuk mempermudah muslimin
terutama yang awam.
Atau dikumpulkannya hadits Bukhari, Muslim, dan Kutubussittah, Alqur’an dengan Tafsir
Baghawi, Jalalain dan Ilmu Musthalah, Nahwu dll, dalam sebuah CD atau disket, atau
sekumpulan kitab.
Bila mereka melarangnya maka mana dalilnya ? Munculkan satu dalil yang mengharamkan
acara Tahlil?, (acara berkumpulnya muslimin untuk mendoakan yang wafat) tidak di Alqur’an,
tidak pula di Hadits, tidak pula di Qaul Sahabat, tidak pula di kalam Imamulmadzahib, hanya
mereka saja yang mengada ada dari kesempitan pemahamannya. kenalilah akidahmu 2 51
Mengenai 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari, atau bahkan tiap hari, tak ada dalil yang
melarangnya, itu adalah Bid’ah Hasanah yang sudah diperbolehkan oleh Rasulullah saw,
justru kita perlu bertanya, ajaran muslimkah mereka yang melarang orang mengucapkan Laa
ilaaha illallah?, siapa yang alergi dengan suara Laa ilaaha illallah kalau bukan syaitan dan
pengikutnya ?, siapa yang membatasi orang mengucapkan Laa ilaaha illallah?, muslimkah?,
semoga Allah memberi hidayah pada muslimin, tak ada larangan untuk menyebut Laa ilaaha
illallah, tak pula ada larangan untuk melarang yang berdzikir pada hari ke 40, hari ke 100
atau kapanpun, pelarangan atas hal ini adalah kemungkaran yang nyata.
Bila hal ini dikatakan merupakan adat orang hindu, maka bagaimana dengan komputer,
handphone, mikrofon, dan lainnya yang merupakan adat orang kafir, bahkan mimbar yang
ada di masjid - masjid pun adalah adat istiadat gereja, namun selama hal itu bermanfaat
dan tak melanggar syariah maka boleh boleh saja mengikutinya. Sebagaimana Rasul saw
meniru adat yahudi yang berpuasa pada hari 10 muharram, bahwa Rasul saw menemukan
orang yahudi puasa dihari 10 muharram karena mereka tasyakkur atas selamatnya Musa
as, dan Rasul saw bersabda : “Kami lebih berhak dari kalian atas Musa as, lalu beliau
saw memerintahkan muslimin agar berpuasa pula” (HR Shahih Bukhari hadits No.3726,
3727).
Sebagaimana pula diriwayatkan bahwa Imam Masjid Quba di zaman Nabi saw, selalu
membaca surat Al Ikhlas pada setiap kali membaca fatihah, maka setelah Fatihah maka
ia membaca Al Ikhlas, lalu surat lainnya, dan ia tak mau meninggalkan surat Al Ikhlas
setiap rakaatnya, ia jadikan Al Ikhlas sama dengan Fatihah hingga selalu berdampingan
disetiap rakaat, maka orang mengadukannya pada Rasul saw, dan ia ditanya oleh Rasul
saw : “Mengapa kau melakukan hal itu?, maka ia menjawab : Aku mencintai surat Al
Ikhlas. Maka Rasul saw bersabda : Cintamu pada surat Al Ikhlas akan membuatmu
masuk sorga” (Shahih Bukhari).
Berkata Hujjatul islam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy dalam kitabnya Fathul Baari Bisyarah
shahih Bukhari mensyarahkan makna hadits ini beliau berkata :
ا
ً
ان َر ْجِه
َكِل
َ
ذ ُّدَعُي
َلَو
ُهْ
ن ِم
ِ
ار
َ
ث
ْكِت ْس ِال َو ِهْي
َ
ل
ِ
إ
ِسْ
ف
َّ
الن
ِ
لْي َم
ِ
ب
ِآن ْر
ُ
ق
ْ
ال
ِضْعَب
ِيص ِصْخَ
ت
ِ
از َو َج ىَ
ل َع
ٌ
يلِلَد ِيهِف َو
ِه
ِ
رْي
َ
غِل 52 kenalilah akidahmu 2
“pada riwayat ini menjadi dalil diperbolehkannya mengkhususkan sebagian surat
Alqur’an dengan keinginan diri padanya, dan memperbanyaknya dengan kemauan
sendiri, dan tidak bisa dikatakan bahwa perbuatan itu telah mengucilkan surat lainnya”
(Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Juz 3 hal 150 Bab Adzan)
Maka tentunya orang itu tak melakukan hal tersebut dari ajaran Rasul saw, ia membuat
buatnya sendiri karena cintanya pada surat Al Ikhlas, maka Rasul saw tak melarangnya
bahkan memujinya.
Kita bisa melihat bagaimana para Huffadh (Huffadh adalah Jamak dari Al hafidh, yaitu
ahli hadits yang telah hafal 100.000 hadits (seratus ribu) hadits berikut sanad dan hukum
matannya) dan para Imam imam mengirim hadiah pada Rasul saw
1. Berkata Imam Alhafidh Al Muhaddits Ali bin Almuwaffiq rahimahullah : “aku 60 kali
melaksanakan haji dengan berjalan kaki, dan kuhadiahkan pahala dari itu 30 haji untuk
Rasulullah saw”.
2. Berkata Al Imam Alhafidh Al Muhaddits Abul Abbas Muhammad bin Ishaq Atssaqafiy
Assiraaj : “aku mengikuti Ali bin Almuwaffiq, aku lakukan 7X haji yang pahalanya untuk
Rasulullah saw dan aku menyembelih Qurban 12.000 ekor untuk Rasulullah saw, dan aku
khatamkan 12.000 kali khatam Alqur’an untuk Rasulullah saw, dan kujadikan seluruh
amalku untuk Rasulullah saw”.
Ia adalah murid dari Imam Bukhari rahimahullah, dan ia menyimpan 70 ribu masalah yang
dijawab oleh Imam Malik, beliau lahir pada 218 H dan wafat pada 313H
3. Berkata Al Imam Al Hafidh Abu Ishaq Almuzakkiy, aku mengikuti Abul Abbas dan aku
haji pula 7X untuk rasulullah saw, dan aku mengkhatamkan Alqur’an 700 kali khatam untuk
Rasulullah saw. (Tarikh Baghdad Juz 12 hal 111).
II.7. TAWASSUL
Saudara - saudaraku masih banyak yang memohon penjelasan mengenai tawassul, wahai
saudaraku, Allah swt sudah memerintah kita melakukan tawassul. Tawassul adalah
mengambil perantara makhluk untuk doa kita pada Allah swt, Allah swt mengenalkan kita
pada Iman dan Islam dengan perantara makhluk-Nya, yaitu Nabi Muhammad Saw sebagai
perantara pertama kita kepada Allah swt, lalu perantara kedua adalah para sahabat, lalu
perantara ketiga adalah para tabi’in. Demikian berpuluh – puluh perantara sampai pada guru kenalilah akidahmu 2 53
kita, yang mengajarkan kita islam, shalat, puasa, zakat dll, barangkali perantara kita adalah
ayah ibu kita, namun diatas mereka ada perantara, demikian bersambung hingga Nabi saw,
sampailah kepada Allah swt.
Allah swt berfirman : “Hai orang – orang yang beriman, bertakwalah atau patuhlah
kepada Allah swt dan carilah perantara yang dapat mendekatkan kepada Allah SWT
dan berjuanglah di jalan Allah swt, agar kamu mendapatkan keberuntungan” (QS.AlMaidah-35).
Berkata Imam Ibn katsir menafsirkan ayat ini :
في منزلة أعلى على علم :ا
ًأيض والوسيلة ،المقصود تحصيل إلى بها يتوصل التي هي :والوسيلة
إلى الجنة أمكنة أقرب وهي ،الجنة في وداره وسلم عليه الل صلى الل رسول منزلة وهي ،الجنة
قال :قال الل عبد بن جابر عن ،رِد
َنك ُالم بن محمد طريق من ،البخاري صحيح في ثبت وقد ،العرش
والصلة ،التامة الدعوة هذه رب اللهم :النداء يسمع حين قال من“ :وسلم عليه الل صلى الل رسول
يوم الشفاعة له ْتَّ
ل َح إل ،وعدته الذي محمودا ا ًمقام وابعثه ،والفضيلة الوسيلة اًمحمد آت ،القائمة
القيامة”.
الل عبد عن ،بير ُج بن الرحمن عبد عن ،علقمة عن كعب حديث من :مسلم صحيح في آخر حديث
ما مثل فقولوا المؤذن سمعتم إذا“ :يقول وسلم عليه الل صلى النبي سمع أنه العاص بن عمرو بن
،الوسيلة لي الل سلوا ثم ،ا ًعشر بها عليه الل صلى صلة
ّلي َع صلى من فإنه ، ّلي َع وا
ُّ
صل ثم ،يقول
الوسيلة لي سأل فمن ،هو أنا أكون أن وأرجو ،الل عباد من لعبد إل تنبغي ل ،الجنة في منزلة فإنها
1( ”.الشفاعة عليه ْتًّ
ل َح)
هريرة؛ أبي عن ،كعب عن ،ثْي
َ
ل عن ،سفيان أخبرنا ،الرزاق عبد حدثنا :أحمد المام قال :آخر حديث
،الل رسول يا :قيل .”الوسيلة لي وا
ُ
ل َس
َ
ف
ّلي َع صليتم إذا“ :قال وسلم عليه الل صلى الل رسول أن
هو أنا أكون أن وأرجو )2( واحد
ٌ
ل ُجَر إل ينالها ل ،الجنة في درجة ىَ
ل ْأع“ :قال الوسيلة؟ وما
Wasilah adalah sesuatu yang menjadi perantara untuk mendapatkan tujuan, dan merupakan
perantara pula ilmu tentang setinggi tinggi derajat, ia adalah derajat mulia Rasulullah saw
di Istana beliau saw di sorga. Dan itu adalah tempat terdekat di sorga ke Arsy, dan telah
dikuatkan pada Shahih Bukhari dari jalan riwayat Muhammad bin Al Munkadir, dari Jabir
bin Abdillah ra, sabda Rasulullah saw : Barangsiapa yang berdoa ketika mendengar seruan
(adzan) :Wahai Alla Tuhan Pemilik Dakwah ini Yang Maha Sempurna, dan shalat yang 54 kenalilah akidahmu 2
didirikan, berilah Muhammad perantara dan anugerah, dan bangkitkanlah untuk beliau saw
derajat yang terpuji yang telah Kau Janjikan pada beliau saw, maka telah halal syafaat
dihari kiamat”.
Hadits lainnya pada Shahih Muslim, dari hadits Ka;ab dari Alqamah, dari Abdurrahman
bin Jubair, dari Abdullah bin Amr bin Al Ash, sungguh ia mendengar Nabi saw bersabda :
Jika kalian mendengar muadzin, maka ucapkan seperti ucapan mereka, lalu bershalawatlah
padaku, maka sungguh barangsiapa yang bershalawat padaku sekali maka Allah
melimpahkan shalawat padanya 10X, lalu mohonlah untukku wasiilah (perantara), maka
sungguh ia merupakan tempat di sorga, tiada diberikan pada siapapun kecuali satu dari
hamba Allah, dan aku berharap agar akulah yang menjadi orang itu, maka barangsiapa
yang memohonkan untukku perantara, halal untuknya syafaat.
Dan hadits lainnya berkata Imam Ahmad, diucapkan pada kami oleh Abdurrazzak,
dikabarkan pada kami dari sofyan, dari laits, dari Ka;ab, dari Abu Hurairah ra : Sungguh
Rasulullah saw bersabda : Jika kalian shalat maka mohonkan untukku wasiilah, mereka
bertanya : Wahai Rasulullah, (saw), wasiilah itu apakah?, Rasul saw bersabda : Derajat
tertinggi di sorga, tiada yang mendapatkannya kecuali satu orang, dan aku berharap akulah
orang itu. Selesai ucapan Imam ibn Katsir. (Tafsir Imam Ibn Katsir pada Al Maidah 35)
Ayat ini jelas menganjurkan kita untuk mengambil perantara antara kita dengan Allah, dan
Rasul saw adalah sebaik baik perantara, dan beliau saw sendiri bersabda : “Barangsiapa
yang mendengar adzan lalu menjawab dengan doa : “Wahai Allah Tuhan Pemilik Dakwah
yang sempurna ini, dan shalat yang dijalankan ini, berilah Muhammad (saw) hak menjadi
perantara dan limpahkan anugerah, dan bangkitkan untuknya Kedudukan yang terpuji
sebagaimana yang telah kau janjikan padanya”. Maka halal baginya syafaatku” (Shahih
Bukhari hadits No.589 dan hadits No.4442)
Hadits ini jelas bahwa Rasul saw menunjukkan bahwa beliau saw tak melarang tawassul pada
beliau saw, bahkan orang yang mendoakan hak tawassul untuk beliau saw sudah dijanjikan
syafaat beliau saw.kenalilah akidahmu 2 55
Tawassul ini boleh kepada amal shalih, misalnya doa : “Wahai Allah, demi amal
perbuatanku yang saat itu kabulkanlah doaku”, sebagaimana telah teriwayatkan dalam
Shahih Bukhari dalam hadits yang panjang menceritakan tiga orang yang terperangkap di
goa dan masing – masing bertawassul pada amal shalihnya, Allah swt membuka sepertiga
celah goa tempat mereka terperangkap berkat tawassul orang pertama pada amal shalihnya,
namun mereka belum bisa keluar dg celah itu, maka orang kedua bertawassul pada amal
shalih yg pernah diperbuatnya, maka celah terbuka 2/3 dan belum bisa membuat mereka
keluar dari goa, maka orang ketiga bertawassul pula pada amal baiknya, maka terbukalah
celah goa keseluruhannya.
Namun dari riwayat ini bisa difahami bahwa tawassul pada amal shalih sendiri tidak bisa
menyelamatkan dirinya, namun justru sebab dua orang lainnya maka mereka semua bisa
selamat..
Jelas sudah bertawassul pada orang lain lebih bisa menyelamatkan daripada tawassul pada
amal sendiri yang belum tentu diterima, namun tawassul pada orang shalih yang sudah
masyhur kebaikan dan banyaknya amal ibadahnya, akan lebih mudah dikabulkan Allah swt,
lebih lagi tawassul pada Rasulullah saw.
Dan boleh juga tawassul pada Nabi saw atau orang lainnya, sebagaimana yang diperbuat
oleh Umar bin Khattab ra, bahwa Umar bin Khattab ra pada riwayat Shahih Bukhari :
ُهْ
ن َع
َُّ
الل
َي ِضَر
ِاب
َّ
ط َخْ
ال َنْب َرَم ُع َّن
َ
أ ٍكِال َم
ِنْب
ِسَ
ن
َ
أ ْن َع
ا
َّ
ن
ِ
إ َو ا
َ
ينِق ْسَ
ت
َ
ف ا
َ
نِّي
ِ
ب
َ
ن
ِ
ب
َكْي
َ
ل
ِ
إ
ُ
ل َّسَوَ
ت
َ
ن ا
َّ
ن
ُك ا
َّ
ن
ِ
إ َّم ُه
َّ
الل
َ
ال
َ
ق
َ
ف
ِبِل
َّ
طُم
ْ
ال ِدْب َع
ِنْب
ِاسَّبَع
ْ
ال
ِ
ب ىَ
ق ْسَ
ت ْاس وا
ُ
ط َح
َ
ق ا
َ
ذ
ِ
إ َان
َك
َنْو
َ
ق ْسُي
َ
ف
َ
ال
َ
ق ا
َ
نِق ْاس
َ
ف ا
َ
نِّي
ِ
ب
َ
ن ِّمَع
ِ
ب
َكْي
َ
ل
ِ
إ
ُ
ل َّسَوَ
ت
َ
ن
Dari Anas bin Malik ra sungguh Umar bin Khattab ra ketika sedang musim kering iamemohon turunnya hujan dengan perantara Abbas bin Abdulmuttalib ra, seraya berdoa :
“wahai Allah.., sungguh kami telah mengambil perantara (bertawassul) pada Mu dengan
Nabi kami (Muhammad saw) agar Kau turunkan hujan lalu Kau turunkan hujan, maka
kini kami mengambil perantara (bertawassul) pada Mu Dengan Paman Nabi Mu (Abbas
bin Abdulmuttalib ra) yang melihat beliau Sang Nabi saw maka turunkanlah hujan” 56 kenalilah akidahmu 2
maka hujanpun turun dengan derasnya. (Shahih Bukhari hadits No.954)
Berkata Hujjatul Islam Al imam Ibn Hajar Al Asqalaniy mensyarahkan hadits ini :
ل ْضَ
ف ِيهِف َو ، ة َّوُب
ُّ
الن تْيَب ل ْه
َ
أ َو ح َل َّالص َو رْي
َخْ
ال
ِ
ل ْه
َ
أ
ِ
ب اع
َ
ف
ْشِت ْس ِال ابَب ْحِت ْسِا اسَّبَع
ْ
ال ة َّصِق ْنِم اد
َ
ف
َ
ت ْسُي َو
ِه
ِّ
ق َحِ
ب ته
َ
ف
ِ
رْع َم َو
ِاسَّبَع
ْ
لِل ِهِع
ُاض َوَ
تِل رَم ُع ل ْضَ
ف َو اسَّبَع
ْ
ال
maka diambil faidah dari kejadian Abbas ra ini menjadi hal yang baik memohon syafaatpada orang - orang yang baik dan shalih, dan keluarga Nabi saw, dan pada hadits ini pula
menyebutkan keutamaan Abbas ra dan keutamaan Umar ra karena rendah dirinya, dan
kefahamannya akan kemuliaan Abbas ra. (Fathul Baari Bisyarah Shahih Bukhari Bab Al
Jum’ah No.954)
Riwayat diatas menunjukkan bahwa :
1. Para sahabat besar bertawassul pada Nabi saw dan dikabulkan Allah swt.
2. Para sahabat besar bertawassul satu sama lain antara mereka dan dikabulkan Allah swt.
3. Para sahabat besar bertawassul pada keluarga Nabi saw (perhatikan ucapan Umar ra : “demi
paman Nabi” (saw). Kenapa beliau tak ucapkan namanya saja?, misalnya demi Abbas bin
Abdulmuttalib ra?, namun justru beliau tak mengucapkan nama, tapi mengucapkan sebutan
“Paman Nabi” dalam doanya kepada Allah, dan Allah mengabulkan doanya, menunjukkan
bahwa Tawassul pada keluarga Nabi saw adalah perbuatan Sahabat besar, dan dikabulkan
Allah.
Dan boleh tawassul pada benda, sebagaimana Rasulullah saw bertawassul pada tanah dan air
liur sebagian muslimin untuk kesembuhan, sebagaimana doa beliau saw ketika ada yang sakit
: “Dengan Nama Allah atas tanah bumi kami, demi air liur sebagian dari kami, sembuhlah
yang sakit pada kami, dengan izin Tuhan kami” (Shahih Bukhari hadits No.5413, dan
Shahih Muslim hadits No.2194), ucapan beliau saw : “demi air liur sebagian dari kami”
menunjukkan bahwa beliau saw bertawassul dengan air liur mukminin yang dengan itu dapat
menyembuhkan penyakit, dengan izin Allah swt tentunya, sebagaimana dokter pun dapat
menyembuhkan, namun dengan izin Allah pula tentunya, juga beliau bertawassul pada tanah, kenalilah akidahmu 2 57
menunjukkan diperbolehkannya bertawassul pada benda mati atau apa saja karena semuanya
mengandung kemuliaan Allah swt, seluruh alam ini menyimpan kekuatan Allah dan seluruh
alam ini berasal dari cahaya Allah swt.
Riwayat lain ketika datangnya seorang buta pada Rasul saw, seraya mengadukan kebutaannya
dan minta didoakan agar sembuh, maka Rasul saw menyarankannya agar bersabar, namun
orang ini tetap meminta agar Rasul saw berdoa untuk kesembuhannya, maka Rasul saw
memerintahkannya untuk berwudhu, lalu shalat 2 rakaat, lalu Rasul saw mengajarkan doa ini
padanya, ucapkanlah : “Wahai Allah, Aku meminta kepada-Mu, dan Menghadap kepada
Mu, Demi Nabi-Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad,
Sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku
ini, maka Kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku
untukku” (Shahih Ibn Khuzaimah hadits No.1219, Mustadrak ala Shahihain hadits No.1180
dan ia berkata hadits ini shahih dengan syarat shahihain Imam Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas ini jelas – jelas Rasul saw mengajarkan orang buta ini agar berdoa dengan doa
tersebut, Rasul saw yang mengajarkan padanya, bukan orang buta itu yang membuat buat
doa ini, tapi Rasul saw yang mengajarkannya agar berdoa dengan doa itu, sebagaimana juga
Rasul saw mengajarkan ummatnya bershalawat padanya, bersalam padanya.
Lalu muncullah pendapat saudara – saudara kita, bahwa tawassul hanya boleh pada Nabi
saw, pendapat ini tentunya keliru, karena Umar bin Khattab ra bertawassul pada Abbas bin
Abdulmuttalib ra. Sebagaimana riwayat Shahih Bukhari diatas, bahkan Rasul saw bertawassul
pada tanah dan air liur.
Adapula pendapat mengatakan tawassul hanya boleh pada yang hidup, pendapat ini ditentang
dengan riwayat shahih berikut : “telah datang kepada Utsman bin Hanif ra seorang yang
mengadukan bahwa Utsman bin Affan ra tak memperhatikan kebutuhannya, maka
berkatalah Utsman bin Hanif ra : “berwudhulah, lalu shalatlah 2 rakaat di masjid, lalu
berdoalah dengan doa : “Wahai Allah, Aku meminta kepada-Mu, dan menghadap kepadaMu, Demi Nabi-Mu Nabi Muhammad, Nabi Pembawa Kasih Sayang, Wahai Muhammad,
sungguh aku menghadap demi dirimu (Muhammad saw), kepada Tuhanku dalam hajatku
ini, maka Kau kabulkan hajatku, wahai Allah jadikanlah ia memberi syafaat hajatku 58 kenalilah akidahmu 2
untukku” (doa yang sama dengan riwayat diatas)”, nanti selepas kau lakukan itu maka
ikutlah denganku kesuatu tempat.
Maka orang itu pun melakukannya lalu Utsman bin Hanif ra mengajaknya keluar masjid dan
menuju rumah Utsman bin Affan ra, lalu orang itu masuk dan sebelum ia berkata apa - apa
Utsman bin Affan lebih dulu bertanya padanya : “apa hajatmu?”, orang itu menyebutkan
hajatnya maka Utsman bin Affan ra memberinya. Dan orang itu keluar menemui Ustman bin
Hanif ra dan berkata : “kau bicara apa pada utsman bin affan sampai ia segera mengabulkan
hajatku ya..??”, maka berkata Utsman bin hanif ra : “aku tak bicara apa – apa pada Utsman
bin Affan ra tentangmu, Cuma aku menyaksikan Rasul saw mengajarkan doa itu pada
orang buta dan sembuh”. (Majmu’ Zawaid Juz 2 hal 279).
Tentunya doa ini dibaca setela wafatnya Rasul saw, dan itu diajarkan oleh Utsman bin hanif
dan dikabulkan Allah.
Ucapan : Wahai Muhammad.. dalam doa tawassul itu banyak dipungkiri oleh sebagian
saudara - saudara kita, mereka berkata kenapa memanggil orang yang sudah mati? kita
menjawabnya : sungguh kita setiap shalat mengucapkan salam pada Nabi saw yang telah
wafat : Assalamu alaika ayyuhannabiyyu… (Salam sejahtera atasmu wahai nabi……),
dan nabi saw menjawabnya, sebagaimana sabda beliau saw : “tiadalah seseorang bersalam
kepadaku, kecuali Allah mengembalikan ruh ku hingga aku menjawab salamnya” (HR
Sunan Imam Baihaqiy Alkubra hadits No.10.050)
Tawassul merupakan salah satu amalan yang sunnah dan tidak pernah diharamkan
oleh Rasulullah saw, tak pula oleh Ijma para Sahabat Radhiyallahu’anhum, tak
pula oleh para Tabi’in dan bahkan oleh para ulama serta Imam – Imam besar
Muhadditsin, bahkan Allah memerintahkannya, Rasul saw mengajarkannya, Sahabat
radhiyallahu’anhum mengamalkannya.
Mereka berdoa dengan perantara atau tanpa perantara, tak ada yang
mempermasalahkannya apalagi menentangnya bahkan mengharamkannya atau
bahkan memusyrikan orang yang mengamalkannya.
Tawassul adalah berperantara pada kemuliaan seseorang, atau benda (seperti air liur yang
tergolong benda) dihadapan Allah, bukanlah kemuliaan orang atau benda itu sendiri, dan kenalilah akidahmu 2 59
tentunya kemuliaan orang dihadapan Allah tidak sirna dengan kematian, justru mereka yang
membedakan bolehnya tawassul pada yang hidup saja dan mengharamkan pada yang mati,
maka mereka itu malah dirisaukan akan terjerumus pada kemusyrikan karena menganggap
makhluk hidup bisa memberi manfaat, sedangkan akidah kita adalah semua yang hidup dan
yang mati tak bisa memberi manfaat apa – apa kecuali karena Allah memuliakannya,
Bukan karena ia hidup lalu ia bisa memberi manfaat dihadapan Allah, berarti si hidup itu
sebanding dengan Allah??, si hidup bisa berbuat sesuatu pada keputusan Allah??,
Tidak saudaraku.. Demi Allah bukan demikian, Tak ada perbedaan dari yang hidup dan
dari yang mati dalam memberi manfaat kecuali dengan izin Allah swt. Yang hidup tak akan
mampu berbuat terkecuali dengan izin Allah swt dan yang mati pun bukan mustahil memberi
manfaat bila memang di kehendaki oleh Allah swt.
Ketahuilah bahwa pengingkaran akan kekuasaan Allah swt atas orang yang mati adalah
kekufuran yang jelas, karena hidup ataupun mati tidak membedakan Kodrat Illahi dan tidak
bisa membatasi kemampuan Allah SWT. Ketakwaan mereka dan kedekatan mereka kepada
Allah SWT tetap abadi walau mereka telah wafat.
Sebagai contoh dari bertawassul, seorang pengemis datang pada seorang saudagar kaya
dan dermawan, kebetulan almarhumah istri saudagar itu adalah tetangganya, lalu saat ia
mengemis pada saudagar itu ia berkata “berilah hajat saya tuan …saya adalah tetangga dekat
amarhumah istri tuan…” maka tentunya si saudagar akan memberi lebih pada si pengemis
karena ia tetangga mendiang istrinya, Nah… bukankah hal ini mengambil manfaat dari
orang yang telah mati? Bagaimana dengan pandangan yang mengatakan orang mati tak bisa
memberi manfaat?, Jelas – jelas saudagar itu akan sangat menghormati atau mengabulkan
hajat si pengemis, atau memberinya uang lebih, karena ia menyebut nama orang yang ia
cintai walau sudah wafat.
Walaupun seandainya ia tak memberi, namun harapan untuk dikabulkan akan lebih besar,
lalu bagaimana dengan Arrahman Arrahiim, Yang Maha Pemurah dan Maha Penyantun?,
istri saudagar yang telah wafat itu tak bangkit dari kubur dan tak tahu menahu tentang urusan
hajat si pengemis pada si saudagar, NAMUN TENTUNYA SI PENGEMIS MENDAPAT
MANFAAT BESAR DARI ORANG YANG TELAH WAFAT, entah apa yang membuat
pemikiran saudara saudara kita menyempit hingga tak mampu mengambil permisalan mudah
seperti ini.60 kenalilah akidahmu 2
Saudara – saudaraku, boleh berdoa dengan tanpa perantara, boleh berdoa dengan perantara,
boleh berdoa dengan perantara orang shalih, boleh berdoa dengan perantara amal kita yang
shalih, boleh berdoa dengan perantara Nabi saw, boleh pada shalihin, boleh pada benda,
misalnya “Wahai Allah Demi kemuliaan Ka’bah”, atau “Wahai Allah Demi kemuliaan
Arafat”, dlsb, tak ada larangan mengenai ini dari Allah, tidak pula dari Rasul saw, tidak pula
dari sahabat, tidak pula dari Tabi’in, tidak pula dari Imam Imam dan muhadditsin, bahkan
sebaliknya Allah menganjurkannya, Rasul saw mengajarkannya, Sahabat mengamalkannya,
demikian hingga kini. Walillahittaufiq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar