Selasa, 14 Juli 2015

PUASA MENURUT HABIB RIZIEQ

Habib Muhammad Rizieq Syihab
Imam Besar FPI
Bismillaah wal Hamdulillaah ...
Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata illaa Billaah ...
Jika seseorang sedang tidak puasa, lalu tidak sarapan pagi, maka sekitar jam 9 perutnya mulai terasa lapar, semakin siang semakin lapar, apalagi hingga sore bisa kelaparan. Namun jika seseorang sedang berpuasa, hingga siang ia tidak merasa lapar, bahkan hingga sore ia mampu bertahan dan tetap tidak terasa lapar.
Kenapa ya ?
Ternyata, saat seseorang hendak berpuasa di siang hari, di malam hari sebelumnya ia sudah membaca NIAT PUASA dan menancapkannya dalam HATI.
Nah, tatkala HATI manusia meneguhkan NIAT, maka tersambung langsung dengan pusat syaraf di OTAK nya. Lalu Sang OTAK secara otomatis langsung menginstruksikan kepada seluruh JARINGAN TUBUH termasuk SYARAF dan HORMON dalam tubuh untuk mengatur pemakaian segala jenis dan bentuk ENERGY sepanjang hari esok, agar tubuh bisa bertahan dalam menjalankan puasa seharian, sehingga sampai siang, bahkan hingga sore sekali pun, tubuh jadi mampu bertahan untuk tidak lapar, apalagi kelaparan.
Berbeda dengan orang yang tidak berpuasa. Sejak malam memang tiada NIAT, sehingga tidak ada kontak dengan OTAK untuk berpuasa, sehingga OTAK pun tidak keluarkan instruksi kepada seluruh JARINGAN TUBUH termasuk SYARAF dan HORMON untuk hemat ENERGY sepanjang hari esok, sehingga baru jam 9 pagi saja sudah terasa lapar, semakin siang semakin lapar, apalagi hingga sore bisa kelaparan.
Pantas, NIAT termasuk RUKUN PUASA, karena bukan saja pengikraran kepada Allah SWT untuk berpuasa, tapi juga kontak HATI ke OTAK untuk instruksi seluruh JARINGAN TUBUH termasuk SYARAF dan HORMON agar HEMAT ENERGY.
Subhaanallaah wal Hamdulillaah wa Laa ilaaha illallaah Wallaahu Akbar ...

MUI Terbitkan Fatwa Hukuman Mati untuk Pelaku Homoseksual, Gay dan Lesbi

MUI00Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa yang menyerukan berbagai hukuman mulai dari hukuman cambuk hingga hukuman mati, untuk pelaku homoseksual, pada 3 Maret 2015 lalu.
Hasanuddin AF, ketua Komisi Fatwa MUI, menegaskan fatwa dikeluarkan karena penyimpangan seksual kian meningkat, bahkan telah menyusup sekolah-sekolah.
“Sodomi, homoseksual, gay dan lesbian dalam hukum Islam dilarang dan [sodomi] adalah tindakan keji yang diancam dengan hukuman mati,” katanya seperti dilansir Tribunnews.com, Rabu (18/3/2015), dari http://www.gaystarnews.com.
Hasanuddin mengatakan penyimpangan seksual akan menyakiti moral nasional dan meminta pemerintah untuk mendirikan pusat rehabilitasi mengobati orang-orang LGBTI (lesbian, gay, bisexual, transgender, and intersex) dan membasmi homoseksualitas di negara ini. (Baca juga: Cemburu, Gay di Samarinda Bunuh Pelajar SMP)
Fatwa MUI itu mengutuk homoseksualitas sebagai gangguan (yang harus) ‘disembuhkan’ dan sodomi sebagai pelanggaran hukum. Hal ini juga melarang legalisasi seks gay.
Sekretaris Komisi Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, mengatakan sodomi lebih buruk daripada perzinahan dan seks di luar nikah dan dihukum dengan hukuman yang lebih keras dalam hukum Islam. TRIBUNKALTIM.CO, JAKARTARabu, 18 Maret 2015 23:05 WITA
MUI berharap pemerintah menjatuhkan hukuman berat pada pelaku homoseks.
Sementara itu santrinews memberitakan, MUI meminta pemerintah dan DPR agar tak melegalkan keberadaan komunitas homoseksual.
Selain itu, MUI berharap pemerintah menjatuhkan hukuman berat pada pelaku homoseks untuk menjadi peringatan dengan cara memasukkan perilaku seks menyimpang sebagai delik umum.
“Memasukkan aktivitas seksual menyimpang sebagai delik umum dan merupakan kejahatan menodai martabat luhur Indonesia,” tandasnya.
MUI juga mengharamkan pencabulan dan aktivitas pelampiasan nafsu seksual seperti meraba, meremas, dan aktivitas lainnya tanpa hubungan pernikahan yang sah.
“Pencabulan yang dilakukan seseorang baik pada lawan jenis, sesama jenis, pada dewasa ataupun anak-anak adalah haram,” tegasnya.
***

Hukuman Berat bagi Pelaku Homo ataupun Lesbi

By nahimunkar.com on 14 May 2014
Dalam Islam, haram dan dosa serta adzab atas pelaku homoseks telah dijelaskan di antaranya dalam Al-Qur’an Surat An-Naml ayat 54 – 58.:

وَلُوْطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتًوْنَ الْفَاحِشَةَ وَأَنْتًمْ تُبْصِرُوْنَ ( 54) أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُوْنَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُوْنِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُوْنَ (55) فَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلاَّ أَنْ قَالُوْا أَخْرِجُوْا ءَالَ لُوْطٍ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُوْنَ (56) فَأَنْجَيْنَاهُ وَأَهْلَهُ إِلاَّ امْرَأَتَهُ قَدَّرْنَاهَا مِنَ الْغَابِرِيْنَ (57) وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا فَسَاءَ مَطُرٌ الْمُنْذَرِيْنَ (58) النمل : 54-58

  1. Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia Berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah[1101] itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?”
55. ”Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)”.
  1. Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: “Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; Karena Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (menda’wakan dirinya) bersih[1102]”.
  2. Maka kami selamatkan dia beserta keluarganya, kecuali isterinya. Kami telah mentakdirkan dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan).
  3. Dan kami turunkan hujan atas mereka (hujan batu), Maka amat buruklah hujan yang ditimpakan atas orang-orang yang diberi peringatan itu. (An Naml: 54-58).
[1101] perbuatan keji: menurut Jumhur Mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homosek dan yang sejenisnya. Menurut pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita).
[1102] perkataan kaum Luth kepada sesamanya. Ini merupakan ejekan terhadap Luth dan orang-orang beriman kepadanya, Karena Luth dan orang-orang yang bersamanya tidak mau mengerjakan perbuatan mereka.
Homoseks adalah laki-laki mendatangi (melakukan perbuatan seks dengan laki-laki). Sedang lesbi adalah seorang wanita mendatangi wanita lainnya (melakukan perbuatan seks).

( 1138 ) – وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : { مَنْ وَجَدْتُمُوهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمِ لُوطٍ فَاقْتُلُوا الْفَاعِلَ وَالْمَفْعُولَ بِهِ , وَمَنْ وَجَدْتُمُوهُ وَقَعَ عَلَى بَهِيمَةٍ فَاقْتُلُوهُ وَاقْتُلُوا الْبَهِيمَةَ } رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالْأَرْبَعَةُ وَرِجَالُهُ مُوَثَّقُونَ , إلَّا أَنَّ فِيهِ اخْتِلَافًا .

.–الجزء :4 (سبل السلام) الصفحة :25

Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ٍSiapa-siapa yang kamu dapati dia mengerjakan perbuatan kaum Luth (homoseksual, laki-laki bersetubuh dengan laki-laki), maka bunuhlah yang berbuat (homoseks) dan yang dibuati (pasangan berbuat homoseks itu); dan barangsiapa kamu dapati dia menyetubuhi binatang maka bunuhlah dia dan bunuhlah binatang itu._ (HR Ahmad dan Empat (imam), dan para periwayatnya orang-orang yang terpercaya, tetapi ada perselisihan di dalamnya).
Dalam Kitab Subulus Salam dijelaskan, dalam hadis itu ada dua masalah. Pertama, mengenai orang yang mengerjakan (homoseks) pekerjaan kaum Luth, tidak diragukan lagi bahwa itu adalah perbuatan dosa besar. Tentang hukumnya ada beberapa pendapat: Pertama, bahwa ia dihukum dengan hukuman zina diqiyaskan (dianalogikan) dengan zina karena sama-sama memasukkan barang haram ke kemaluan yang haram. Ini adalah pendapat Hadawiyah dan jama’ah dari kaum salaf dan khalaf, demikian pula Imam Syafi’i. Yang kedua, pelaku homoseks dan yang dihomo itu dibunuh semua baik keduanya itu muhshon (sudah pernah nikah dan bersetubuh) atau ghoiru muhshon (belum pernah nikah) karena hadits tersebut. Itu menurut pendapat pendukung dan qaul qadim As-Syafi’i.
Masalah kedua tentang mendatangi/ menyetubuhi binatang, hadits itu menunjukkan haramnya, dan hukuman atas pelakunya adalah hukum bunuh. Demikianlah pendapat akhir dari dua pendapat Imam As-Syafi’i. Ia mengatakan, kalau hadits itu shahih, aku berpendapat padanya (demikian). Dan diriwayatkan dari Al-Qasim, dan As-Syafi’I berpendapat dalam satu pendapatnya bahwa pelaku yang menyetubuhi binatang itu wajib dihukum dengan hukuman zina diqiyaskan dengan zina.. (Subulus Salam, juz 4, hal 25).
Dari ayat-ayat, hadits-hadits dan pendapat-pendapat itu jelas bahwa homoseks ataupun lesbian adalah dosa besar. Bahkan pelaku dan pasangannya di dalam hadits dijelaskan agar dibunuh. Maka tindakan dosa besar itu wajib dihindari, dan pelaku-pelakunya perlu dijatuhi hukuman.

Hukum positif dan kenyataan gay

Keberadaan gay dan lesbian secara hukum positif jelas tidak diakui, apalagi pernikahan di antara sesama gay, di Indonesia merupakan sesuatu yang mustahil terjadi. Dari sudut pandang agama (Islam), orientasi seks menyimpang ini dilaknat Allah. Bahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala pernah memusnahkan kaum Nabi Luth yang mengidap homoseks ini rata dengan tanah.
Pembunuhan berantai yang dibarengi dengan mutilasi, sebagaimana dilakukan pengidap penyakit homoseks bernama Verry Idam Henyansah alias Ryan, belum memasuki tahapan akhir penyidikan, sudah muncul lagi kesadisan serupa yang dilakukan pengidap penyakit homoseks lainnya. Kali ini pelakunya Burhan alias Joses alias Han Han (23 tahun), sedangkan korbannya yang juga pasangan Burhan, bernama Ari Purwanto Suprapto (49 tahun), karyawan Bank Mandiri bagian Customer Service.
Ari Purwanto tewas dengan 34 luka tusukan di sekujur tubuhnya. Peristiwa itu terjadi di apartemen Taman Rasuna Tower 9 kamar 11-G, Jl. HR Rasuna Said, Setiabudi, Jakarta Selatan (Rabu, 30 Juli 2008).
Dari kasus Ryan dan juga Burhan yang sedemikian sadistis, citra buruk kaum homoseks kian terpuruk. Di sejumlah teve, segerombolan pengidap penyakit homoseks berusaha memberikan imbangan dengan memberikan pernyataan, bahwa kesadisan Ryan bukanlah disebabkan oleh orientasi seksualnya, tetapi didorong oleh nafsu menguasai harta korban-korbannya.

Larangan tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran

Kenyataan yang membahayakan bagi kehidupan ini tidak lain karena mereka telah melakukan kerusakan yang fatal, berupa tolong menolong dalam hal dosa dan pelanggaran. Padahal manusia ini sebagai hamba Alloh justru disuruh agar tolong menolong dalam taqwa dan kebaikan, dan tidak boleh tolong menolong dalam dosa dan pelanggaran.
Hal itu karena firman Alloh Ta’ala:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. (QS Al-Maaidah: 2).
Juga firman-Nya:

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ(78)كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ(79)

Telah dila`nati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan `Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.
Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu. (QS Al-Maaidah: 78, 79).
Dan sabda Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam:

(( مَنْ دَعَا إِلَى هُدَىً ، كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أجُورِ مَنْ تَبِعَه ، لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ أجُورِهمْ شَيئاً ، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ ، كَانَ عَلَيهِ مِنَ الإثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ ، لاَ يَنْقُصُ ذلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيئاً )) رواه مسلم .صحيح مسلم – (ج 8 / ص 62)6980 –

Barangsiapa menyeru kepada petunjuk, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengikutinya sampai hari qiyamat, tanpa mengurangi pahala mereka (orang yang mengikuti petunjuk itu) sedikitpun. Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka baginya dosa seperti dosa orang yang mengikutinya sampai hari qiyamat, yang demikian itu tidak mengurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka (orang-orang yang mengikutinya). (HR Muslim, dari Abu Hurairah, Shahih Muslim juz 8 halaman 62, nomor 6980).

32 حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ قَالَ أَوَّلُ مَنْ بَدَأَ بِالْخُطْبَةِ يَوْمَ الْعِيدِ قَبْلَ الصَّلَاةِ مَرْوَانُ فَقَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ فَقَالَ الصَّلَاةُ قَبْلَ الْخُطْبَةِ فَقَالَ قَدْ تُرِكَ مَا هُنَالِكَ فَقَالَ أَبُو سَعِيدٍ أَمَّا هَذَا فَقَدْ قَضَى مَا عَلَيْهِ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

32 Hadis Abu Said radhiyallahu ‘anh: Diriwayatkan dari Tariq bin Syihab radhiyallahu ‘anh, ia berkata: Orang pertama yang berkhutbah pada Hari Raya sebelum sholat Hari Raya didirikan ialah (Khalifah) Marwan. Seorang lelaki berdiri lalu berkata kepadanya: Sholat Hari Raya hendaklah dilakukan sebelum membaca khutbah. Marwan menjawab: Sesungguhnya kamu telah meninggalkan apa yang ada di sana (yaitu sunnah). Kemudian Abu Said berkata: Adapun orang (yang berbicara mengingkari Marwan) ini benar-benar telah membayar apa yang jadi kewajibannya (yaitu mengingkari kemunkaran), aku telah mendengar Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa di antara kamu melihat kemunkaran, maka hendaklah dia mencegah kemunkaran itu dengan tangannya (yaitu kekuasaannya). Jika tidak mampu, hendaklah dicegah dengan lidahnya. Kemudian kalau tidak mampu juga, hendaklah dicegah dengan hatinya (yaitu membencinya). Itulah selemah-lemah iman . (Hadits Muttafaq ‘alaih).
Syaikh Bin Baaz berkata: mengingkari dengan ahti adalah kewajiban atas setiap orang, yaitu membenci kemunkaran dan tak menyukainya, memisahkan diri dari ahlinya (pelakunya) ketika tidak mampu mengingkarinya dengan tangan dan lisan, karena firman Allah Ta’ala:

وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي ءَايَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ(68)

Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)(QS Al-An’am: 68).(Arsip Multaqo Ahlil Hadits 2, juz 1 halaman 543). (haji/tede).

TV Trans7 menampilkan pasangan gay

Saat media massa masih gencar memberitakan kesadisan pelaku pengidap homoseks di dalam membantai pasangannya, eh tahu-tahu stasiun teve swasta TRANS7 pada tanggal 08 Agustus 2008, melalui mata acara EMPAT MATA yang digawangi TUKUL, menampilkan pasangan gay asal Indonesia yang telah menikah di negeri Belanda, karena hukum positif di Indonesia tidak memungkinkan mereka menikah.
Pasangan yang dilaknat Allah itu adalah dokter Mamoto Gultom yang menikah dengan Hendi Sahertian pada tahun 2002 di negeri Belanda, setelah berkenalan sejak 1999 di sebuah café khusus kaum gay di Jakarta.
Tidak bisa disalahkan bila ada yang mempunyai kesan bahwa TV Trans7 berusaha turut memperbaiki citra kaum gay yang menjadi kian rusak akibat perilaku Ryan dan Burhan, dengan menampilkan pasangan gay yang sudah menikah dan tetap hidup rukun hingga bertahun-tahun, sebagaimana coba dikesankan melalui penampilan Mamoto dan Hendi.
Dan tidak bisa disalahkan juga bila ada sejumlah anggota masyarakat yang mempunyai dugaan, “jangan-jangan produser acara EMPAT MATA adalah juga seorang pengidap penyakit homoseks.” Bahkan tidak bisa disalahkan bila ada yang juga menduga-duga bahwa Pemilik dan Direktur stasiun teve swasta Trans7 jangan-jangan mengidap penyakit serupa.
Yang jelas, tidak hanya pasangan Mamoto-Hendi yang dilaknat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, tetapi juga mereka yang tolong-menolong di dalam upaya memperbaiki citra buruk kaum gay ini. Seperti, pembawa acara (Tukul), Cameramen, Floor Manager, bahkan penonton yang memberikan applause saat Mamoto atau Hendi memberikan pernyataan yang menjijikkan.
Dalam salah satu kesempatannya, Mamoto menjelaskan, bahwa seseorang dapat memperoleh kenikmatan seksual melalui mulut, alat kelamin dan lubang dubur. Itu semua merupakan karunia Tuhan yang harus dinikmati. Ketika itu, penonton pun bertepuk tangan, seolah-olah menyetujui pernyataan yang menjijikkan itu.
Akhir-akhir ini acara EMPAT MATA yang dibawakan TUKUL kian turun rating-nya. Mungkin, dengan menampilkan pasangan gay Mamoto-Hendi, dua tujuan dapat diraih sekaligus. Pertama, turut memperbaiki citra buruk kaum gay yang kian terpuruk. Kedua, untuk mendongkrak rating dengan menampilkan bintang tamu yang kontroversial. Kalau benar kedua alasan ini yang menjadi tujuan pengelola acara teve swasta tersebut, sungguh amat sangat disayangkan, mereka telah mengabaikan moral demi keuntungan sesaat.
Sikap dan pilihan TV TRANS7 di dalam menampilkan pasangan gay Mamoto-Hendi, apapun maksud dan latar belakang yang menyertainya, kian menunjukkan bahwa pemilik dan pengelola statisun teve swasta kita lebih mendahulukan rating (uang) ketimbang menjadikan stasiun tevenya sebagai media yang berguna di dalam membangun bangsa, terutama membangun moral.

TV penyebar aneka kemusyrikan dan kemaksiatan

Selama ini, statsiun teve di Indonesia dalam rangka mengejar rating, tidak segan-segan menampilkan mata acara yang vulgar, sarat pornografi dan pornoaksi, juga mata acara yang menjajakan kesesatan, kemusyrikan, dan aneka kemunkaran lainnya.
Dulu, goyang ngebor Inul ketika masih dijajakan dari panggung ke panggung, tidak begitu dikenal masyarakat secara luas. Masyarakat yang menggemarinya pun terbatas pada kalangan menegah ke bawah, itu pun di kawasan pesisir, tak jauh dari lokasi prostitusi alias pelacuran.
Namun setelah berkali-kali diberi kesempatan tampil di statisun teve, Inul dan goyang ngebor-nya pun lantas menjadi sangat populer. Rating stasiun teve yang menampilkan Inul berikut goyang ngebor-nya, meningkat tajam. Tarif Inul mencapai miliaran rupiah sekali tampil di teve, begitu juga dengan penampilan off air-nya pasca melambungnya popularitas Inul, mencapai miliaran rupiah, menyebabkan Inul mampu membeli rumah mewah ratusan miliar di kawan elite Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Ini menunjukkan bahwa teve di Indonesia mampu memberikan kontribusi yang sangat besar di dalam mensosialisasikan kemunkaran. Setelah Inul sukses dengan goyang ngebor-nya, maka sejumlah pedangdut perempuan pun berkreasi menciptakan goyang maksiat lainnya, seperti goyang patah-patah, goyang gergaji, goyang ngecor, goyang dombret, dan sebagainya.
Ada yang menyimpulkan, sampai kini tidak ada teve di Indonesia yang meraih sukses tanpa maksiat, bersih dari pornografi dan pornoaksi, bersih dari mata acara yang menjajakan kemusyrikan. Kalau benar demikian, ini berarti teve di Indonesia lebih mengarah bukan sebagai agen perubahan yang konstruktif/ membangun, tetapi lebih mengarah sebagai agen perubahan yang destruktif/ merusak.
(nahimunkar.com)

الشذوذ الجنسي وأحكامه ومدى اعتباره مرضا نفسيا

الإثنين 5 ربيع الآخر 1436 – 26-1-2015

رقم الفتوى: 283366
التصنيف: حد اللواط والشذوذ

السؤال

ما حكم الشذوذ الجنسي في الإسلام؟ وهل الإسلام فعلا أفتى في هذه المسألة؟ وإذا اعتبرنا الشواذ مرضى نفسيين فكيف لنا أن نؤاخذهم على تصرفاتهم، فنحن لا نؤاخذ من لديه مرض جلدي بعدم قدرته على الوضوء؟ وأغلب أطباء العلم النفسي أجمعوا على أن الشذوذ الجنسي سلوك طبيعي من خلال دراسات تم إجراؤها لفترة طويلة، وإذا كان هذا هو الحال، فكيف لرب العالمين أن يخلقهم من الشواذ ويعاقبهم على ذنب لم يقترفوه، بل كان من التصرف العفوي عندهم؟.

الإجابــة

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعد:

فلا خلاف في حرمة الشذوذ الجنسي، سواء اللواط بين الذكور، أو السحاق بين الإناث، ومقدمات ذلك، وأما عقوبة هاتين الجريمتين: فمختلفة، فاللواط حده القتل، وأما السحاق فليس فيه حد، وإنما فيه التعزير، جاء في الموسوعة الفقهية: اتفق الفقهاء على أن اللواط محرم، لأنه من أغلظ الفواحش، وقد ذمه الله تعالى في كتابه الكريم وعاب على فعله، فقال تعالى: ولوطا إذ قال لقومه أتأتون الفاحشة ما سبقكم بها من أحد من العالمين * إنكم لتأتون الرجال شهوة من دون النساء بل أنتم قوم مسرفون ـ وقال تعالى: أتأتون الذكران من العالمين * وتذرون ما خلق لكم ربكم من أزواجكم بل أنتم قوم عادون ـ وقد ذمه الرسول صلى الله عليه وسلم بقوله: لعن الله من عمل عمل قوم لوط.. اهـ.

وفيها أيضا: لا خلاف بين الفقهاء في أن السحاق حرام، لقول النبي صلى الله عليه وسلم: السحاق زنى النساء بينهن ـ وقد عده ابن حجر من الكبائر… اتفق الفقهاء على أنه لا حد في السحاق، لأنه ليس زنى، وإنما يجب فيه التعزير، لأنه معصية. اهـ.

وراجع في ذلك الفتاوى التالية أرقامها: 267475، 28379، 9006، 16204.

وهذا بالنسبة للفعل، وأما مجرد الميل الذي لا يرقى لأن يكون عزيمة أو تصميما، ولا يترتب عليه قول ولا فعل، فلا يعاقب عليه الإنسان مهما كان سيئا، بل إن مجاهدة صاحبه له، علامة على تقواه، وتعد من الطاعات الكبار التي يستحق عليها الثواب والمدح، وعلى ذلك، فلا يجوز محاسبة الإنسان ومعاقبته أو ازدراؤه على مجرد ميل يوجد فيه بغير تكلف، ولا يتبع فيه نفسه هواها، بل ينبغي أن يعان على الخير واجتناب الفواحش ما ظهر منها وما بطن! وعلى من ابتلي بشيء من ذلك أن يتحلى بالصبر الجميل، على مجاهدة ما يجده بداخله من ميل منحرف، وعلى ما يجده من معاملة الناس له، كما سبق التنبيه عليه في الفتوى رقم: 267901.

وإذا اتضح ذلك، ظهر أنه من المطلوب معاملة هذا النوع من الناس الذي لا يعدو انحرافه مجرد الميل الذي لا يترتب عليه قول ولا فعل ـ معاملة حسنة تناسب حالهم ومجاهدتهم لشرور أنفسهم، وتعينهم على ما يجدونه من اضطراب نفسي أو عضوي.

وأما من وقع في الفعل المحرم: فلا تصح معاملته معاملة المرضى النفسانيين هكذا بإطلاق، بحيث ترفع عنهم المؤاخذة ويبرر لهم خبث فعلهم، ويخفف عنهم من سوء صنيعهم! بل لا بد من الجمع بين الوعظ وبذل النصح، وبين النهي عن المنكر، وبين الردع عن الفساد والعقوبة على الخطأ، كل بحسب حاله وموقعه وقدرته، وهنا ننبه على أن هذه النظرة الخاطئة للفواحش لا تقف عند حد الشذوذ، بل تسير مع أصحابها في تبرير كافة الجرائم، فترجع كل خطيئة إلى عوامل نفسية في التنشئة والبيئة، بما يعني تبرير الجرائم ورفع عقوباتها، بل والتسامح مع أصحابها وإعطائهم مزيدا من الحقوق!!! وتصور هذا وأثره على المجتمعات كافٍ في إبطاله، وقد استشكل السائل نفسه في سؤال آخر له: قطع يد السارق إذا كان يعاني من مرض نفسي يجعله يسرق، كما في السؤال رقم: 2540904، وأما مسألة خلق الإنسان بهذه النزعة: فالصواب أن الله تعالى خلق الإنسان على فطرة سوية، ثم يطرأ الشذوذ وغيره من الآفات بعد ذلك بفعل البيئة، وشياطين الإنس والجن، والنفس الأمارة بالسوء وغير ذلك من العوامل، كما سبق التنبيه عليه في الفتوى رقم:155433.

والله أعلم.


KEKEJAMAN PKI

Aksi Keji PKI Menciptakan Genangan Darah Umat Islam di Indonesia

umat islam indo
Sejarah pun mencatat praktik-praktik mengerikan yang dilangsungkan oleh PKI, tak kalah biadabnya dari aksi Khmer Merah di Kamboja. Apa yang mereka lakukan itu adalah bagian dari teror mereka terhadap Umat Islam…
Yang dimasukkan ke lubang pembantaian Cigrok oleh PKI paling sedikit berjumlah 22 orang. Di antara para korban itu, ada K.H. Imam Sofwan, Hadi Addaba’ dan Imam Faham. Hadi Addaba’ sendiri adalah guru dari Mesir yang ditugaskan mengajar di Pesantren Takeran.
Idris mengenang, ada tawanan yang segera setelah dihantam oleh PKI langsung menjerit dan roboh ke dalam sumur. Tetapi ada pula yang setelah dihantam, masih kuat merangkak sambil melolong-lolong kesakitan. Tangan mereka menggapai-gapai mencari pegangan. Melihat para korban merangkak seperti itu, orang-orang PKI kemudian menyeret begitu saja dan memasukkan mereka hidup-hidup ke dalam sumur. K.H. Imam Sofwan, menurut Idris, termasuk yang tak meninggal setelah dihantam. Hal serupa juga dialami oleh kedua putra beliau, yakni Kiai Zubair dan Kiai Bawani, yang dibantai di sumur tua Desa Kepuh Rejo, tak jauh dari sumur Cigrok.
Orang-orang PKI yang melihat bahwa ternyata ada korban yang masih hidup di dalam sumur, sama sekali tak peduli. Mereka lantas langsung menimbuni sumur tersebut dengan jerami, batu, dan tanah. Karena itu, ada pernyataan yang menyebutkan bahwa korban pemberontakan PKI tahun 1948 sebenarnya dikubur hidup-hidup.
Simak artikel ini selengkapnya.
***

Syahid Dihantam Palu Arit: Terorisme ala PKI

Kamis, 02/10/2014 19:54:59
ala PKI
Andi Ryansyah
Pegiat Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)
Lembaran sejarah Indonesia tergores pengalaman yang amat mengerikan dengan komunisme melalui Partai Komunis Indonesia (PKI). Aksi keji PKI menciptakan genangan darah umat Islam di Indonesia. Sabtu Pon, 18 September 1948, pukul 03.00 dini hari, tiga letusan pistol ditandai sebagai isyarat dimulainya pemberontakan bersenjata PKI yang dikenal dengan Madiun Affair. Inilah kudeta secara terang-terangan terhadap Indonesia yang baru berusia tiga tahun merdeka dan baru juga menderita gara-gara serangan militer Belanda di tahun sebelumnya. Betapa lemahnya Indonesia kala itu.
“Kejadian itu terasa begitu mengerikan… beribu-ribu manusia dengan kelewang dan berbagai senjata memekik-mekik bagai serigala haus darah … mereka berduyun-duyun tak ada habisnya sambil terus memekik dan memaki-maki … kemudian menerjang dengan beringas dan penuh kebencian …”
Itulah gambaran yang rata-rata muncul dari kesaksian orang-orang yang mengalami detik-detik peristiwa 18 September 1948 tatkala kudeta PKI diproklamasikan di Madiun. Ketika itu beribu-ribu manusia dengan membawa senapan, kelewang, arit, pentungan, dan senjata lainnya seperti air bah. Tanpa babibu lagi, mereka bergerak cepat dan tak terduga dari berbagai arah ke segala arah menerjang segala apa yang mereka jumpai.

Musuh utama PKI adalah umat Islam khususnya para kiai dan santri. Hal ini sangat dimengerti sebab Islam adalah agama mayoritas penduduk Indonesia yang sangat menentang PKI. Selain itu, para kiai merasa berkewajiban menjaga dan membela agamanya.

Setelah itu, perlawanan pun terjadi. Bantuan dari luar berdatangan. Umat Islam yang menjadi sasaran PKI tentu tidak tinggal diam dan tunduk ketika agamanya diberangus. Organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) yang berdiri pada tahun 1947 di Yogyakarta, telah membentuk Brigade yang aktif dalam revolusi. Surjosugito, siswa Madrasah Menengah Tinggi Djamsaren , Solo, sebagai komandan Brigade PII syahid bersama delapan orang anggotanya yang berasal dari berbagai sekolah dan pesantren, dalam pertempuran melawan pemberontak PKI di Madiun.
Magetan sebagai kawasan paling dekat dengan ibu kota Keresidenan Madiun, dalam tempo beberapa hari telah jatuh ke tangan PKI. Pembersihan dilakukan dimana-mana untuk mendongkel yang bukan merah dan diganti dengan yang merah. Maka sejarah pun mencatat praktik-praktik mengerikan yang dilangsungkan oleh PKI, tak kalah biadabnya dari aksi Khmer Merah di Kamboja. Apa yang mereka lakukan itu adalah bagian dari teror mereka untuk meruntuhkan moral lawan-lawan mereka.
Sekalipun peristiwa itu dikenal dengan sebutan Pemberontakan Madiun, di antara sekian daerah yang menjadi korban keganasan kaum merah tersebut, masyarakat di kawasan Kabupaten Magetanlah yang paling parah menerima akibatnya.
Korban keganasan kaum merah tersebut tak dapat diketahui secara pasti. Tetapi adanya sumur-sumur tua dan lubang-lubang pembantaian yang dipakai PKI untuk menghabisi lawan-lawan mereka yang tersebar di berbagai tempat di Kabupaten Magetan, menjadi saksi sejarah dari sebuah kebiadaban yang sulit dipercaya kala itu. Sulit dipercaya karena saat itu Republik Indonesia justru baru saja berdiri, dan yang mereka bunuh adalah saudara setanah air. Padahal saling bunuh yang selama ini dikenal adalah saling bunuh antara kaum repubik dan penjajah. Hal itu terlihat dari kebiadaban PKI dalam aksi mereka di daerah Kabupaten Magetan.
kabupaten magtan
Kasus Pesantren Takeran
Bersamaan dengan kudeta terhadap pemerintah, pendukung PKI mengincar tokoh-tokoh dari Pesantren Takeran atau yang lebih dikenal dengan Pesantren Sabilil Muttaqien (PSM) yang dianggap sebagai musuh utama mereka. Sebab, Pesantren Takeran pimpinan Kiai Imam Mursjid Muttaqien yang masih berusia 28 tahun itu adalah pesantren yang paling berwibawa di kawasan Magetan..
17 September 1948, tepatnya hari Jumat Pon, Kiai Hamzah dan Kiai Nurun yang berasal dari Tulungagung dan Tegal Rejo berpamitan kepada Kiai Imam Mursjid. Kepergian Kiai Hamzah dan Kiai Nurun ke Burikan itu ternyata untuk yang terakhir kalinya. Sebab pada hari Sabtu Wage, 18 September 1948, Pesantren Burikan diserbu oleh PKI, dan tokoh-tokoh pesantren serta para santri, termasuk Kiai Hamzah dan Kiai Nurun yang masih ada di pesantren tersebut, diseret ke Desa Batokan yang letaknya hanya 500 meter dari Pesantren Burikan. Kiai Hamzah dan Kiai Nurun termasuk diantara para korban yang dibantai oleh PKI di lubang pembantaian Batokan.
Seusai shalat Jumat tanggal 17 September 1948, Kiai Imam Mursjid didatangi oleh tokoh-tokoh PKI. Muhammad Kamil kenal dengan beberapa orang di antara tokoh PK yang datang itu, seperti Suhud dan Ilyas alias Sipit. “Sipit sebenarnya santri Mas Imam Mursjid. Tapi entah mengapa dia bisa menjadi PKI,” ujar Kamil, salah seorang saksi mata.
Sipit sendiri, menurut Kamil, ketika itu dikenal sebagai kepala Takeran yang kemana-mana selalu membawa senapan. Tetapi sejak jauh hari, Kiai Imam Mursjid sudah mulai meragukan kesetiaan Sipit. Hal itu terungkap dari pernyataan Kiai Imam Mursjid kepada Kamil tentang iktikad baik Sipit. “Waktu itu saya sudah mengatakan bahwa Sipit tak bisa dipercaya lagi, sebab Sipit sudah tak sembahyang lagi,” ujar Kamil mengingat-ingat.
Waktu didatangi oleh tokoh-tokoh PKI, Kiai Imam Mursjid diajak keluar dari mushalla kecil di sisi rumah Kamil. Menurut Kamil, Kiai Imam Mursjid akan diajak bermusyawarah mengenai Republik Soviet Indonesia dengan PKI-nya. Keberangkatan Kiai Imam Mursjid bersama orang-orang PKI itu tentu saja merisaukan warga pesantren, sebab warga pesantren tak menduga bahwa Kiai Imam Mursjid akan menurut begitu saja diajak berunding oleh PKI.
Tetapi Suhud, salah seorang pimpinan gerombolan PKI, ketika itu melontarkan dalil-dalil dari Al-Qur’an untuk meyakinkan warga pesantren bahwa iktikad mereka baik kepada Kiai Imam Mursjid. “Suhud waktu itu malah mendalilkan
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
innalaha laa yughayyiru maa bi qaumin, hatta yughaiyyiru maa bi anfusihim (Sesungguhnya Allah tak akan mengubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu mengubah nasib mereka sendiri),” kenang Kamil.
Waktu itu para santri di Takeran berkumpul dengan perasaan was-was terhadap rencana kepergian kiai mereka bersama PKI. Setelah Suhud menenangkan suasana dengan dalilnya, di depan pendapa pesantren Kiai Imam Mursjid dinaikkan ke mobil. Tetapi sebelum mobil berangkat, Imam Faham, saudara sepupu Kiai Imam Mursjid sekaligus santri yang setia, meminta kepada PKI agar diperkenankan ikut naik mobil mendampingi pemimpinnya. Permohonan Imam Faham itu dikabulkan oleh PKI dan mereka pun meluncur keluar kawasan pesantren.
Iskan, salah seorang saksi mata, juga menyatakan bahwa Pesantren Takeran sudah dikepung oleh ratusan orang PKI. “Setelah Mas Imam Mursjid dibawa dengan mobil, saya melihat orang-orang PKI sudah berdiri melingkari pesantren. Mereka rata-rata berpakaian hitam dengan memakai ikat kepala merah dan bersenjata,” ujar Iskan sambil menitikkan air mata mengenang gurunya yang sangat dipatuhi itu.
Menurut Iskan, sebelum itu pihak PKI memang sudah mengancam, jika Kiai Imam Mursjid tak mau menyerah dan mendukung mereka, maka pesantren akan dibumihanguskan. Mungkin, menurut Iskan, apabila Jumat itu Kiai Imam Mursjid tak berhasil dibawa PKI, bisa dipastikan pesantren akan dibakar dan dengan demikian korban akan sangat besar. Iskan menduga, Kiai Imam Mursjid mau ikut PKI untuk menghindari terjadinya korban yang lebih besar di antara para pengikutnya.
Pada hari Minggu Kliwon, 19 September 1948, kurir PKI yang lain datang lagi menyampaikan pesan bahwa Kiai Imam Mursjid belum bisa pulang. Malah mereka mengatakan perundingan tersebut membutuhkan kehadiran Kiai Muhammad Noer, sepupu Kiai Imam Mursjid yang selama itu ikut memimpin Pesantren Takeran. “Waktu itu mereka mengatakan bahwa Mas Imam Nursjid baru bisa pulang kalau Kiai Muhammad Noer datang menjemput,” kata Kamil.
Kiai Muhammad Noer, begitu mendengar pesan dari kurir tersebut, diam-diam mendatangi markas PKI di Gorang Gareng, 6 kilometer di sebelah barat Takeran. Tapi di tengah jalan, ia ditangkap PKI dan sempat ditawan di sebuah tempat di Takeran. Kurir PKI berulang kali datang lagi ke pesantren setelah Kiai Muhammad Noer dibawa ke Gorang Gareng. Dia mengatakan bahwa Kiai Imam Mursjid dan Kiai Muhammad Noer baru bisa kembali setelah Ustadz Muhammad Tarmudji, adik Kiai Imam Mursjid yang juga sebagai tokoh pemuda, datang menjemput ke Gorang Gareng.
PKI mengatakan bahwa Kiai Imam Mursjid dan Kiai Muhammad Noer baru bisa kembali setelah Ustadz Muhammad Tarmudji, adik Kiai Imam Mursjid yang juga sebagai tokoh pemuda, datang menjemput ke Gorang Gareng.
Mendapat informasi seperti itu, Tarmudji secepatnya menyelamatkan diri. Apalagi dia juga diberi tahu bahwa dialah yang mendapat giliran dicari PKI. Meskipun tak menemukan Tarmudji, PKI terus menangkapi tokoh-tokoh pesantren seperti Ustadz Ahmad Baidawy, Muhammad Maidjo, Rofi’i, Tjiptomartono, Kadimin, Reksosiswojo, Husein, Hartono, dan Hadi Addaba’. Yang terakhir ini adalah guru pesantren yang didatangkan dari Al-Azhar, Kairo (Mesir). Saat itu, Pesantren Takeran memang sangat terkenal dan muridnya datang dari berbagai daerah termasuk dari luar Jawa.
Mereka itu akhirnya memang tak pernah kembali. Bahkan sebagian besar ditemukan sudah menjadi mayat di lubang-lubang pembantaian PKI yang tersebar di berbagai tempat di Magetan. Bahkan hingga tahun 1990, mayat Kiai Imam Mursjid tak kunjung ditemukan. Dari daftar korban yang dibuat PKI sendiri -daftar ini ditemukan oleh pasukan Siliwangi-, nama Kiai Imam Mursjid tak ada.
satu kata

K.H. Imam Sofwan Adzan di Dalam Sumur

Di Desa Cigrok, sebelah selatan Takeran, terdapat sumur tua yang digunakan PKI sebagai tempat pembuangan korban-korbannya. Sumur tua Cigrok ini terletak di belakang rumah To Teruno, seorang warga yang sebenarnya bukan orang PKI. Justru dialah yang melaporkan kegiatan PKI di sumurnya itu kepada Kepala Desanya. Di dekat rumah To Teruno, tinggal pula Muslim, seorang santri yang menjadi saksi kebiadaban PKI dalam melakukan pembantaian di sumur tua itu tahun 1948.
Muslim menceritakan pada malam terjadinya penjagalan itu, semua orang tak berani keluar rumah. Malam itu, dia mendengar suara bentakan Surat, pimpinan PKI yang berasal dari Desa Petungredjo. Dia juga mendengar suara orang menjerit histeris karena dianiaya. Muslim, yang diam-diam mengintip melalui lubang dari rumahnya, melihat gerak-gerik orang-orang PKI itu dalam keremangan malam. Muslim dapat mengenali salah satu korban yang mengumandangkan adzan dari dalam sumur. Suara itu, menurutnya adalah suara K.H. Imam Sofwan dari Pesantren Kebonsari.
Achmad Idris, tokoh Masyumi di Desa Cigrok yang ketika itu sudah ditawan PKI, menyaksikan penjagalan biadab PKI dari kejauhan. Meskipun sayup-sayup, dia sangat mengenal suara adzan K.H. Imam Sofwan yang mengumandang dari dalam sumur itu, sebab Idris sering mendengarkan pengajian-pengajian K.H. Imam Sofwan.
Menurut Idris, pembantaian oleh PKI di sumur Cigrok itu tak dilakukan dengan senapan atau Klewang, akan tetapi dengan pentungan. Idris mengungkapkan para tawanan dengan tangan terikat dihadapkan ke arah timur sumur satu demi satu. Kemudian, seorang algojo PKI menghantamkan pentungan ke bagian belakang tiap tawanan tersebut.
Waktu itu, Idris mengenang, ada tawanan yang segera setelah dihantam langsung menjerit dan roboh ke dalam sumur. Tetapi ada pula yang setelah dihantam, masih kuat merangkak sambil melolong-lolong kesakitan. Tangan mereka menggapai-gapai mencari pegangan. Melihat para korban merangkak seperti itu, orang-orang PKI kemudian menyeret begitu saja dan memasukkan mereka hidup-hidup ke dalam sumur. K.H. Imam Sofwan, menurut Idris, termasuk yang tak meninggal setelah dihantam. Hal serupa juga dialami oleh kedua putra beliau, yakni Kiai Zubair dan Kiai Bawani, yang dibantai di sumur tua Desa Kepuh Rejo, tak jauh dari sumur Cigrok.
Orang-orang PKI yang melihat bahwa ternyata ada korban yang masih hidup di dalam sumur, sama sekali tak peduli. Mereka lantas langsung menimbuni sumur tersebut dengan jerami, batu, dan tanah. Karena itu, ada pernyataan yang menyebutkan bahwa korban pemberontakan PKI tahun 1948 sebenarnya dikubur hidup-hidup. Muslim mengatakan, pada pagi hari seusai pembantaian dia mendapati lanjaran (rambatan) kacang dan jerami di kebunnya sudah habis. “Rupanya orang-orang PKI membabat semua itu untuk menimbuni sumur,” tutur Muslim yang diancam oleh PKI agar tutup mulut.
Yang dimasukkan ke lubang pembantaian Cigrok paling sedikit berjumlah 22 orang. Di antara para korban itu, ada K.H. Imam Sofwan, Hadi Addaba’ dan Imam Faham. Hadi Addaba’ sendiri adalah guru dari Mesir yang ditugaskan mengajar di Pesantren Takeran. Sementara Imam Faham adalah santrinya K.H. Imam Mursjid yang ikut mengiringi K.H. Imam Mursjid ketika dibawa mobil PKI. Tetapi rupanya di tengah jalan kiai dan pengawalnya itu dipisah. Imam Faham diturunkan di tengah jalan dan akhirnya ditemukan di dalam lubang pembantaian Cigrok.
g 30 SPKI
K.H. Rokib Digebuki Habis-habisan
Di sebuah kampung di Kota Magetan yang dihuni oleh umat Islam, Kampung Kauman namanya, terdapat seorang pedagang keliling yang juga guru ngaji bernama K.H. Rokib. Dia mengaku pernah didatangi oleh 12 orang anggota PKI, pada 19 September 1948, sekitar pukul 03.00 dini hari. Dalam keadaan langit masih gelap, Rokib digiring ke Desa Wringin Agung.
“Setiba di Wringin Agung, saya dimasukkan ke dalam rumah yang gelap sekali. Dari bisik-bisik mereka, saya tahu bahwa Asrori, guru madrasah di Kauman itu sudah dibunuh di Dadapan,” kenang Rokib. Setelah seharian dikurung, Rokib kemudian digiring oleh orang-orang yang berpakaian tentara ke arah selatan.
Setiba di Dusun Dadapan, Desa Bangsri, Rokib sekonyong-konyong diseret ke lubang pembantaian di tepi tegalan yang ditanami ketela pohon. Di lubang pembantaian tersebut, kedua tangan Rokib ditarik berlawanan arah oleh orang-orang PKI dan kakinya ditekan supaya terduduk. Dalam keadaan seperti itu, Rokib sadar bahwa dia akan disembelih oleh FDR/PKI seperti mayat-mayat yang bergelimpangan dalam lubang di depannya.
“Waktu itulah saya mendadak ingat pelajaran pencak yang pernah saya peroleh dari pesantren,” tutur Rokib yang mengaku pernah menjadi santri di Pesantren Mamba’ul Ulum, Walikukun itu. Maka dengan gerak reflek, Rokib menghentakkan tangan kirinya sambil menendangkan kaki ke samping hingga berhasil melepaskan tangannya dari pegangan orang PKI. Kemudian dengan sekuat tenaga, Rokib lari menghindari kepungan orang-orang PKI.
“Hooii… tawanane ucul! (Hooii… tawanannya lepas!),” teriak orang-orang PKI seperti yang ditirukan Rokib, saat mereka mengejarnya di antara tanaman ketela pohon dan semak yang lain. Tetapi pelarian Rokib itu hanya beberapa jam saja. Sebab menjelang siang hari, dia tertangkap lagi oleh PKI di tengah tegalan. Setelah tertangkap, Rokib mengungkapkan dirinya digebuki habis-habisan oleh PKI. Hampir sepekan Rokib diikat dengan erat dan disatukan dengan sekitar 300-an orang tawanan yang lain. Kemudian dia digiring ke timur menuju Gorang Gareng.
Kampung Kauman Dibakar
Pada hari Senin Legi, 20 September 1948, tiba-tiba datang sebuah truk yang berisi orang-orang PKI laki-laki dan perempuan. Seorang perempuan sekonyong-konyong berteriak keras kepada seluruh penduduk Kauman. Dia mengatakan bahwa salah seorang anggota PKI telah mati terbunuh di Kampung Kauman.
“Di atas truk memang ada mayat yang dibungkus kain dan hanya kelihatan kakinya saja,” kata Parto Mandojo, yang ketika itu menjadi pengusaha mebel makanan di Kauman. Dia menceritakan bahwa perempuan yang berteriak tadi menginginkan ada penduduk Kauman yang mengakui telah membunuh salah seorang anggota PKI. Namun tak satu pun penduduk Kauman yang mengakuinya karena mereka memang tak merasa pernah membunuh satu orang pun. Akhirnya rombongan PKI pergi meninggalkan ancaman akan membumihanguskan Kampung Kauman. Ini adalah taktik licik ‘mencari pembunuh’ ala PKI, karena sebenarnya, ingin menjebak lawan-lawan yang akan menghalangi pemberontakan mereka.
Pada hari Jumat Kliwon, 24 September 1948, PKI seperti kerumunan lebah yang menyerbu Kampung Kauman. Rumah-rumah dibakar sehingga seluruh penghuni keluar dari persembunyiannya. “Waktu itu seluruh warga laki-laki Kauman ditawan dan digiring ke Maospati setelah tangan mereka ditelikung dan diikat dengan tali bambu,” tutur Parto Mandojo.
Dalam aksi pembumihangusan Kampung Kauman itu, tak kurang dari 72 rumah terbakar, dan sekitar 149 laki-laki digiring ke Maospati. Dari Maospati seluruh tawanan dimasukkan ke dalam gudang pabrik rokok, kemudian diangkut dengan lori milik pabrik gula ke kawasan Glodok. “Dari glodok kami dipindahkan ke Geneng dan Keniten. Tetapi sebelum disembelih, kami berhasil diselamatkan oleh tentara Siliwangi,” ujar Parto Mandojo tentang peristiwa mencekam itu.
Pembakaran Kampung Kauman pada dasarnya merupakan bagian dari aksi PKI untuk memberangus pengaruh agama Islam di tengah masyarakat. Sebab, sebelum aksi pembakaran itu, Madrasah Pesantren Takeran juga telah dibakar, beberapa saat setelah Kiai Imam Mursjid tertawan. Pesantren Burikan pun tak luput dari serbuan PKI. Kemudian para tokoh-tokoh pesantren seperti Kiai Kenang, Kiai Malik, dan Muljono dibantai di Batokan. Korban lain dari kalangan ulama yang dibantai oleh PKI adalah keluarga Pesantren Kebonsari, Madiun.
Achmad Daenuri, putra K.H. Sulaiman Zuhdi Affandi dari pesantren Mojopurno, menceritakan bahwa ayahnya adalah putra sulung Kiai Kebonsari. Menurut Daenuri, ayahnya ditangkap oleh PKI, bersamaan dengan ditangkapnya bupati Magetan. Sementara adik kandung ayahnya, K.H. Imam Sofwan yang menjadi pimpinan Pesantren Kebonsari, ditangkap PKI bersama dengan dua putranya yakni Kiai Zubair dan Kiai Bawani. “Jadi setelah pemberontakan itu meletus, pesantren-pesantren sudah benar-benar kehilangan pimpinan,” simpul Daenuri. Setelah Magetan, aksi keganasan PKI berlanjut di Trenggalek, Surabaya, dan Kediri.
Di Trenggalek, PKI juga melancarkan terornya. Mereka menyiapkan belasan jurigen bahan bakar serta telah menempatkan dinamit di bawah seluruh tiang Masjid Agung Trenggalek yang siap diledakkan. Namun Imam Masjid tersebut, K.H. Yunus tak beranjak dari mihrab tempat suci itu. Tepat jam 12 malam, dia diseret keluar masjid dan dicampakkan ke halaman oleh PKI. Setelah itu, masjid bersejarah nan megah itu dibakar dan diledakkan sampai musnah rata dengan tanah.
Aksi PKI Pasca Pemilu 1955
Pemberontakan Madiun akhirnya dapat dipadamkan. PKI ditumpas oleh pemerintahan Sukarno Hatta. Namun PKI kemudian mendapatkan kembali nafasnya, dan mulai bangkit. Bahkan sejak Pemilu 1955 posisi PKI semakin menguat. Kedekatan PKI dengan Sukarno membuat mereka di atas angin. Umat Islam ketika memasuki rezim orde lama semakin tertekan.Berada dalam posisi yang kuat, kesempatan itu digunakan untuk menghantam kmebali lawan-lawan politiknya, termasuk para ulama dan santri. Mereka acapkali melakukan teror untuk melemahkan mental umat Islam. Termasuk saat para pendukung PKI menyerbu Masjid Agung Kembangkuning, Surabaya, peninggalan Sunan Ampel. Pada tahun 1962, gerombolan Pemuda Rakyat didukung kawanan Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) tanpa ampun menyerbu masjid tersebut. Parahnya lagi, Al-Qur’an dan kitab lainnya dinjak-injak dan dibakar. Mereka juga menari-nari dan menyanyikan lagu Genjer-Genjer di tempat suci tersebut. Masjid dijadikan panggung orkes oleh mereka. Bahkan mereka bermaksud mengubah masjid tersebut menjadi markas Gerwani.
Aksi Sepihak Menyerobot tanah milik warga Nahdlatul Ulama (NU)
Memasuki tahun 1964, PKI gencar menduduki berbagai tanah termasuk tanah milik Nahdliyin. Karena didukung oleh beberapa oknum pemerintah, langkah tersebut berjalan lancar. Dalam waktu singkat, 900 hektar tanah bisa dikuasai. PKI juga berani mematok tanah milik warga NU, H.Saimur. Selain dipatok, tanah itu juga ditanami tanaman oleh PKI, seolah tanah itu adalah miliknya. Melihat kenekatan PKI itu, H.Saimur meminta bantuan Gerakan Pemuda (GP) Ansor, lalu oleh GP Ansor, tanah itu ditancapi bendera NU dengan sesumbar kalau PKI berani mencabut bendera NU, maka GP Ansor akan menghadapi PKI. Mendengar itu, PKI tidak berani lagi menjarah tanah H. Saimur.
Selanjutnya, PKI bersama Badan Tani Indonesia (BTI) menebang tanaman tebu seluas tiga hektar milik H.Abu Sudjak, Rais Syuriyah PCNU Kabupaten Kediri. Setelah ditebang, PKI langsung menjualnya ke Pabrik Gula Ngadireja. Namun karena Abu Sudjak sudah kenal dengan pimpinan pabrik, uang hasil penjualan tebu PKI dan BTI tadi, diambil oleh Abu Sudjak. Tentu saja PKI sangat marah. PKI tak kehabisan akal, mereka kemudian memagari tanaman tebu yang masih tersisa dan menganggap sebagai lahan BTI. Melihat hal itu, Pimpinan GP Ansor dan para pendekar lantas merobohkan dan mencabuti pagar lahan yang dibuat oleh BTI, lalu ditancapi bendera GP Ansor. Segerombolan Pemuda Rakyat, BTI, dan Gerwani juga pernah menduduki tanah milik muslimat NU yang terletak di tengah kota Surabaya. Tanah itu langsung dipagari dan dipasang bendera PKI dan Gerwani.
Itulah sebagian aksi teror keji ala PKI. Umat Islam yang sudah berkorban banyak demi bangsa ini, bersimbah darah melayani keganasan PKI. Permusuhan PKI utamanya kepada para kiyai dan santri, membuat darah para syuhada tergenang. Terorisme ala PKI menjadi salah satu babak memilukan dalam lembaran sejarah Indonesia. Dengan demikian, tak berlebihan bila semua pihak yang saat ini menginginkan TAP MPRS No XXV/ 1966 berisi Ketetapan Tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) dicabut, kita sebut sebagai pendulang bibit-bibit teroris. Dan menjadi tugas pemerintah serta seluruh rakyat Indonesia untuk mencegah terorisme ala PKI terulang kembali./ si online

FP[I SIAP PERANG DENGAN PKI


FPI: Kami Siap Perang Terbuka dengan PKI

KH. Shabri Lubis saat berceramah di Majelis Al Ihya Bogor (foto: suara islam)
Bogor (SI Online) - Front Pembela Islam (FPI) memberikan peringatan keras kepada Presiden Jokowi agar tidak memberikan ruang untuk kebangkitan komunis di Indonesia. Hal tersebut menanggapi adanya wacana Jokowi ingin meminta maaf kepada keluarga Partai Komunis Indonesia (PKI) dalam momen kenegaraan pada Agustus nanti.
 
"Ada informasi, 15 Agustus nanti Presiden Jokowi mau minta maaf kepada PKI atas nama pemerintah. Kalau benar, itu artinya PKI tidak bersalah, kalau mereka tidak bersalah berarti yang salah adalah rakyat Indonesia, para ulama, umat Islam yang menentang mereka," jelas Ketua Umum FPI, KH Shabri Lubis saat berceramah di Majelis Al Ihya Bogor, Ahad (12/7/2015).
 
PKI sudah melakukan pemberontakan diantaranya di Madiun dan G 30 S PKI, mereka juga membantai para ulama dan umat Islam. "Kalau dulu PKI menang habis kita, banyak yang disembelih oleh PKI," ujar Kyai Shabri.
 
Menurutnya, jika dahulu para Kyai Nahdlatul Ulama (NU) dan Barisan Ansornya gigih menghadapi PKI maka saat ini FPI siap mengambil bagian untuk menjadi yang terdepan menghadapi PKI. 
 
"Kami siap perang terbuka perang dengan PKI, melawan PKI adalah kehormatan untuk kami. Kami siap bela Islam, umat Islam dan NKRI," pungkas Kyai Shabri yang disambut takbir ribuan jamaah.

Minggu, 05 Juli 2015

HABIB UMAR BIN HAPID

Biografi Al-Habib Umar bin Salim bin Hafiz



Biografi Al-Habib Umar bin Salim bin Hafiz – Yang di jadualkan hadir ke Kuala Lumpur masa Program Haul Imam Al Haddad bulan oktober 2010 nanti.
Al-Imam Al-’Arifbillah Al-Musnid Al-Hafidz Al-Mufassir Al-Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz. Beliau adalah Al-Habib ‘Umar putera dari Muhammad putera dari Salim putera dari Hafidz putera dari Abdallah putera dari Abi Bakr putera dari‘Aidrous putera dari Al-Hussain putera dari Al-Syaikh Abi Bakr putera dari Salim putera dari ‘Abdallah putera dari ‘Abdarrahman putera dari ‘Abdallah putera dari Al-Syaikh ‘Abdarrahman Assaqof putera dari Muhammad Maula Al-Daweela putera dari ‘Ali putera dari ‘Alawi putera dari Al-Faqih Al-Muqaddam Muhammad putera dari ‘Ali putera dari Muhammad Sahib Al-Mirbat putera dari ‘Ali Khali‘ Qasam putera dari ‘Alawi putera dari Muhammad putera dari ‘Alawi putera dari ‘Ubaidallah putera dari Al-Imam Al-Muhajir Ilallah Ahmad putera dari ‘Isa putera dari Muhammad putera dari ‘Ali Al-‘Uraidi putera dari Ja’far Asshadiq putera dari Muhammad Al-Baqir putera dari ‘Ali Zainal ‘Abidin putera dari Hussain sang cucu laki-laki, putera dari pasangan ‘Ali putera dari Abu Talib dan Fatimah Azzahra puteri dari Rasul Muhammad SAWW.
Beliau terlahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para ilmuwan dan para alim ulama yang dihasilkan kota ini selama berabad-abad. Beliau dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam dan kejujuran moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang martir yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin Hafiz bin Syaikh Abu Bakr bin Salim. Ayahnya adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan hidup mereka demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Hukum Suci serta aturan-aturan mulia dalam Islam. Beliau secara tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal, semoga Allah mengampuni dosa-dosanya. Demikian pula kedua kakek beliau, Al-Habib Salim bin Hafiz dan Al-Habib Hafiz bin Abdallah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya. Allah seakan menyiapkan kondisi-kondisi yang sesuai bagi al-Habib ‘Umar dalam hal hubungannya dengan para intelektual muslim disekitarnya serta kemuliaan yang muncul dari keluarganya sendiri dan dari lingkungan serta masyarakat dimana ia dibesarkan.
Beliau telah mampu menghafal Al Qur’an pada usia yang sangat muda dan ia juga menghafal berbagai teks inti dalam fiqh, hadith, Bahasa Arab dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu banyaknya ulama-ulama tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan Syaikh Fadl Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribat, Tarim yang terkenal itu. Maka beliau pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual keagamaan dari ayahnya yang meninggal syahid, Al-Habib Muhammad bin Salim, yang darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada da’wah dan bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah s.w.t. Ayahnya begitu memperhatikan sang ‘Umar kecil yang selalu berada di sisi ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan dhikr.
Namun secara tragis, ketika Al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk sholat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis, dan sang ‘Umar kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa tanggung jawab untuk meneruskan pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang Da‘wah sama seperti seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di masa kecil sebelum beliau mati syahid. Sejak itu, dengan sang bendera dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis dan da’wah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat dimana ditawarkan berbagai kesempatan untuk menghafal Al Qur’an dan untuk belajar ilmu-ilmu tradisional.
Ia sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab Suci sehingga ia telah diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih muda. Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan akhirnya diputuskan beliau dikirim ke kota Al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.
Disana dimulai babak penting baru dalam perkembangan beliau. Masuk sekolah Ribat di Al-Bayda’ ia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional dibawah bimbingan ahli dari yang Mulia Al-Habib Muhammad bin ‘Abdullah Al-Haddar, semoga Allah mengampuninya, dan juga dibawah bimbingan ulama madzhab Shafi‘i Al-Habib Zain bin Smith, semoga Allah melindunginya. Janji beliau terpenuhi ketika akhirnya ia ditunjuk sebagai seorang guru tak lama sesudahnya. Ia juga terus melanjutkan perjuangannya yang melelahkan dalam bidang Da‘wah.
Kali ini tempatnya adalah Al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa disekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam usahanya untuk mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul SAW pada hati mereka seluruhnya. Kelas-kelas dan majelis didirikan, pengajaran dimulai dan orang-orang dibimbing, usaha beliau yang demikian gigih mulai menunjukkan hasil yang besar, mereka tersentuh dengan ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya telah terjerumus dalam kehidupan yang kosong dan dangkal, namun kini telah mengalami perubahan mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup memiliki tujuan, mereka bangga dengan indentitas baru mereka sebagai orang Islam, mengenakan sorban dan mulai memusatkan perhatian mereka untuk meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Rasul SAWW.
Sejak saat itu, sekelompok besar orang-orang yang telah mengikuti beliau mulai berkumpul mengelilingi beliau dan membantunya dalam perjuangan da‘wah maupun keteguhan beliau dalam mengajar di berbagai kota besar maupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini beliau mulai mengunjungi kota-kota maupun masyarakat diseluruh Yaman, mulai dari kota Ta’iz di utara, beliaupun belajar ilmu dari mufti Ta‘iz Al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya yang mulai menunjukkan pada beliau perhatian dan cinta yang besar sebagaimana ia mendapatkan perlakuan yang sama dari Syaikh Al-Habib Muhammad Al-Haddar, sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi setelah menyaksikan bahwa dalam diri beliau terdapat sifat-sifat kejujuran dan kepintaran yang agung.
Tak lama setelah itu, beliau melakukan perjalanan melelahkan demi melakukan ibadah Haji di Mekkah dan untuk mengunjungi makam Rasul SAWW di Madinah. Dalam perjalanannya ke Hijaz, beliau diberkahi kesempatan untuk mempelajari beberapa kitab dari para ulama terkenal disana, terutama dari Al-Maghfurlah Al-Qutub Al-Habib ‘Abdul Qadir bin Ahmad Assaqaf yang menyaksikan bahwa di dalam diri ‘Umar muda, terdapat semangat pemuda yang penuh cinta kepada Allah dan Rasul-Nya SAWW dan sungguh-sungguh tenggelam dalam penyebaran ilmu dan keadilan terhadap sesama umat manusia sehingga beliau dicintai oleh Al-Habib Abdul Qadir salah seorang guru besarnya. Begitu pula beliau diberkahi untuk menerima ilmu dan bimbingan dari kedua pilar keadilan di Hijaz, yakni Al-Habib Ahmed Mashur Al-Haddad dan Al-Habib ‘Attas Al-Habsyi.
Sejak itulah nama Al-Habib Umar bin Hafiz mulai tersebar luas terutama dikarenakan kegigihan usaha beliau dalam menyerukan agama Islam dan memperbaharui ajaran-ajaran awal yang tradisional. Namun kepopuleran dan ketenaran yang besar ini tidak sedikitpun mengurangi usaha pengajaran beliau, bahkan sebaliknya, beliau mendapatkan sumber tambahan dimana tujuan-tujuan mulia dapat dipertahankan. Tiada waktu yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan mengingat Allah SWT dan Rasul SAW dalam berbagai situasi dan lokasi yang berbeda. Perhatiannya yang mendalam terhadap membangun keimanan terutama pada mereka yang berada didekatnya, telah menjadi salah satu dari perilaku beliau yang paling terlihat jelas sehingga membuat nama beliau tersebar luas bahkan hingga sampai ke Dunia Baru.
Negara Oman akan menjadi fase berikutnya dalam pergerakan menuju pembaharuan abad ke-15. Setelah menyambut baik undangan dari sekelompok Muslim yang memiliki hasrat dan keinginan menggebu untuk menerima manfaat dari ajarannya, beliau meninggalkan tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga beberapa tahun kemudian. Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga ditanamkan di kota Shihr di Yaman timur, kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke Hadramaut, Yaman. Disana ajaran-ajaran beliau mulai tertanam dan diabadikan dengan pembangunan Ribat Al-Mustafa. Ini merupakan titik balik utama dan dapat memberi tanda lebih dari satu jalan, dalam hal melengkapi aspek teoritis dari usaha ini dan menciptakan bukti-bukti kongkrit yang dapat mewakili pengajaran-pengajaran di masa depan.
Kepulangannya ke Tarim menjadi tanda sebuah perubahan mendasar dari tahun-tahun yang ia habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamis orang-orang disekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta melarang yang salah. Dar-Al-Mustafa menjadi hadiah beliau bagi dunia, dan di pesantren itu pulalah dunia diserukan. Dalam waktu yang dapat dikatakan demikian singkat, penduduk Tarim akan menyaksikan berkumpulnya para murid dari berbagai daerah yang jauh bersatu di satu kota yang hampir terlupakan ketika masih dikuasai para pembangkang komunis. Murid-murid dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat dan Kanada, juga negara-negara Arab lain dan negara bagian di Arab akan diawasi secara langsung oleh Habib Umar bin Hafiz. Berdirinya berbagai institusi Islami serupa di Yaman dan di negara-negara lain dibawah manajemen Al-Habib Umar akan menjadi sebuah tonggak utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia.
Habib ‘Umar kini tinggal di Tarim Yaman, dimana beliau mengawasi perkembangan di Dar al-Mustafa dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun dibawah manajemen beliau. Beliau masih memegang peran aktif dalam penyebaran agama Islam, sedemikian aktifnya sehingga beliau meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan mulianya.